Jimmy Carter, mantan presiden AS, pernah
ditanya soal fungsi informasi bagi politisi dan wartawan. Ia menjawab, “Ketika
Anda memiliki kekuasaan, Anda akan menggunakan informasi untuk membuat orang
mengikuti kepemimpinan Anda. Namun kalau Anda wartawan, Anda menggunakan
informasi untuk membantu orang mengambil sikap mereka sendiri.”
Begitulah bunyi sms yang dikirim seorang kawan sekitar satu
atau dua tahun lalu. Tapi saya masih ingat betul. Saya juga menyadari betul
kebenaran kata-kata Carter. Informasi bagi politisi bisa jadi wadah untuk
menggaet orang banyak agar melanggengkan kekuasaannya. Apalagi kalau politisi
tersebut menguasai informasi. Wah, bahaya. Seperti rezim orde baru, TVRI dan
RRI sebagai aset Negara, sebagai media publik malah jadi corong pemerintah.
Media-media yang tidak sejalan, tinggal bredel saja.
UU Intelijen yang
disahkan pada 2011 lalu, dinilai banyak orang terlalu premature dan tidak
jelas. Pada januari 2012, Tim ADvokasi yang terdiri dari perwakilan berbagai
elemen seperti IMPARSIAL, ELSAM, AJI, dan lainnya mengajukan permohonan
pengujian UU Intelijen ini . Bagi saya, UU ini semacam kegelisahan
politisi-politisi di atas sana, yang duduk asyik di DPR. Meski degan
mengatasnamakan keamanan nasional, saya tidak yakin, ini lebih tepat jika
disebut sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan.
Dengan lahirnya UU Intelijen, gaya pemerintahan orde baru
berpretensi muncul kembali. Orde baru yang represif, sampa-sampai banyak
kejadian penghilangan orang secara paksa. Bagaimana tidak, dalam pasal 31
disebutkan bahwa Badan Intelijen Negara memiliki wewenang
untuk melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi
atas kegiatan-kegiatan yang diduga mengganggu stabilitas keamanan nasional,
termasuk ideologi politik, budaya, bahkan pendidikan. Juga kegiatan yang diduga
terkait terorisme, sparatis atau spionase. Tidak jelas kegiatan yang dimaaksud
di atas seperti apa, apa itu terorisme, siapa yang disebut sparatis. Semuanya
adalah hasil tafsiran pemerintah atau khususnya badan inetlijen. Informasi yang
diperoleh intelijen akan sangat mempengaruhi nasib perorangan atau serikat
tertentu yang telah dicurigai.
Masyarakat awam bisa saja jadi
korban salah satu yang dianggap intelijen akan menganggu keamanan.
Santri-saantri Abu Bakar Ba’asyir contohnya, mereka yang di Solo sana mungkin disadap
kegiatannya lantaran ustadz mereka tersangka teroris, dan mereka diduga juga
belajar menjadi mujahid di pesantren tersebut. Atau, orang-orang di Papua sana.
Bias saja setiap rumah ada intel yang menyusup, karena Negara takut separatis
menjamur di Papua.
Kalau begini, jelas, pemerintah dalam hal
ini, bukan sedang ingin menjaga stabilitas Negara, tapi sedang ingin mengontrol
rakyatnya. Ideologi apa yang kita pegang teguh, agama mana yang kita yakini,
atau di mana kita berserikat, sejatinya adalah hak individu tiap warga Negara.
Hak asasi. Pemerintah tidak berhak untuk melarang warganya, tapi memata-matai,
menyadap, dan kegiatan pencurian informasi lainnya yang dinamakan kegiatan
intelijen itu juga tidak tepat dan bijak.
Lain halnya dengan pers. Seorang wartawan
seperti yang disebutkan Carter di awal, informasi yang disuguhkan dari
masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat banyak. Informasi disebarluaskan
guna membantu masyarakat menentukan sikap.
Wartawan selalu ingin tahu apa saja, dan
ingin memuaskan hasrat orang banyak, tapi wartawan memiliki kode etik yang
jelas. Wartawan, dalam tugasnya menghargai hak asasi dan privasi orang.
Wartawan harus memisahkan, antara publik atau privasi. Mana urusan publik yang
perlu diberitakan, mana urusan privasi yang tidak perlu diberitakan.
Contoh kasus, SBY dan ibu Ani misalnya,
pers berhak untuk memberitakan kegiatan kenegaraan mereka, seperti melawat ke
negri ini, mengunjungi daerah, itu, atau meresmikan kegiatan anu, segala yang
terkait dengan Negara. Tapi, pers tidak berhak dan tidak etis mengusik
kehidupan pribadi mereka seperti yang sempat santer beberapa tahun lalu. Dimana
SBY dan Ani dikabarkan telaah menikah sejak SBY masih perwira. Yah, mereka
berdua memang bapak dan ibu Negara saat ini, tapi apa hubungannya masa lalu pernikahan
mereka dengan Negara ini?
Begitulah kiranya wartawan dan politisi.
Sekiranya informasi ada di tangan Anda, pilih mau jadi apa, wartawan atau
politisi?
No comments:
Post a Comment
silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.
komentar akan muncul setelah disetujui.