Thursday, 3 January 2013

#novel: aku lupa bahwa aku perempuan



Kata Orang Aku Bukan Perempuan




lama

Judul               : Aku Lupa bahwa Aku Perempuan

Penulis             : Ihsan Abdul Qudus

Penterjemah    : Syahid Widi Nugroho

Penerbit           : Alifia Books
Cetakan I        : Desember 2005
Tebal               : 248 halaman

Menghabiskan 10 bab dalam novel ini, pembaca diajak untuk menyelami kehidupan seorang perempuan yang berambisi besar menjadi politisi sukses. Suad, tokah utama dalam cerita ini, mulai berkenalan dengan dunia politik saat masih duduk di bangku SMA. Pada tahun 1935, ketika banyak gerakan nasionalis Mesir berunjuk rasa memerdekakan diri dari Inggris, ia mengkoordinir teman-teman sekolahnya untuk turut terlibat. Pertemuannya dengan salah seorang sepupu, mahasiswa dan pentolan gerakan nasioalisme Mesir, mengawalinya berkenal dengan politik lebih matang.
            
Diceritakan, sejak kecil Suad adalah anak yang tomboy, berbeda dengan kakak perempuannya yang sejak kecil telah menyiapkan dirinya menjadi wanita tulen. Saat Suad menikmati permainan dengan teman-teman lelakinya, kakaknya asyik berlatih memasak, menjahit, mendekorasi rumah. Bahkan, tatkala beranjak dewasa, banyak teman lelaki datang menawarkan cinta padanya. Tapi tak satu pun diterimanya, ia memilikki konsep tersendiri mengenai cinta dan perkawinan.
            
“Mereka datang, tetapi aku selalu menolaknya karena dengan menerimanya aku masih menjadi manusia biasa. Aku menolak mereka juga mungkin karena mereka, laki-laki yang datang tidak ada yang mampu membawaku menjadi manusia luar biasa.”
            
Begitulah Suad, cerdas dan berambisi. Keaktifannya dalam politik diimbangi dengan prestasi yang memuaskan disekolah, pun ketika menjadi mahasiswa. Menjadi orator, menghadiri pertemuan-pertemuan politik, sebagai pelajar ia selalu duduk di peringkat pertama. Ketika akhirnya Suad jatuh cinta pada pria bernama Abdul Hamid, dari sinilah bermunculan peperangan antara ego poltisi dan ego perempuannya. Kiprahnya dalam berbagai organisasi politik maupun pergerakan perempuan menghanyutkanya dalam linkar elit politik. Berbanding terbalik dengan kehidupan pribadinya. Semakin dekat dunia politik dengannya, semakin ia jauh dari suaminya, perceraian pun tak terelakkan. Faizah anak semata wayangnya, memanggilnya dengan Suad. Padahal dalam hatinya ia begitu merindukan sebutan ibu untuk dirinya.

@@@             @@@             @@@

baru

Sejak dahulu wanita diidentikkan sebagai makhluk lemah. Meski pada kenyataanya, banyak wanita lebih cerdas dan kuat ketimbang laki-laki di luar sana. Sejatinya, wanita dan laki-laki terlahir berbeda, namun itu bukan alasan tepat untuk menciptakan pembedaan yang merugikan spesies tertentu. Toh yang berbeda hanya anatomi biologis saja. Ada sejuta Suad yang menyuarakan keadilan dan kemerdekaan untuk bangsangnya, juga untuk kaumnya. Kiprahnya sudah pasti diakui, namun belum tentu kenyataan bahwa ia seorang wanita diakui.
            
“Karena apa? Karena aku hamil? Begitu?”
            
Betapa kesalnya Suad saat para dosen dan mahasiswanya akan mengadakan pertemuan penting dengan perdana menteri terkait revolusi di negaranya, tapi ia tidak diajak. Padahal selama ini, Suadlah masterminder mereka. Dan alasan yang mereka kemukakan klise, mereka malu pertemuan dengan perdana menteri dihadiri wanita hamil.
          
Dalam kehidupan pernikahan, Suad pernah dua kali jatuh bangun. Hubungan wanita dan pria adalah hubungan kemitraan complementer, hubungan yang saling melengkapi. Bukannya hubungan antara majikan dan pelayan, dalam hal ini, acap kali wanita yang berperan sebagai pelayan. Mulai dari melayani suami, anak, hingga mengurusi segala tetek bengek keluarga. Hidup dengan laki-laki yang besar dalam budaya patriarki seperti Abdul Hamid dan Doktor Kamal, sulit baginya untuk mewujudkan konsep ini. Apalagi dengan kondisi sosial yang masih menjunjung tinggi budaya patriarki. Bagi mereka, dalam institusi pernikahan suami harus lebih dominan dari isteri. Alih-alih membangun keluarga yang harmonis, pernikahan malah menjadi tameng baginya. Jika ia bisa sukses dalam berkarir, ia juga ingin menunjukkan pada publik bahwa segudang aktivitasnya tidak menghabat keharmonisan keluarganya.
            
Meskipun begitu, upaya yang dilakukan Suad untuk membebaskan diri dari kekangan budayalah yang harus dicermati. Tatkala banyak wanita merasa nyaman menjadi “jenis kelamin kedua”, Suad tengah bergembira merayakan kebebasannya dari superioritas laki-laki. 
           
 Ihsan Abdul Qudus, penulis novel ini, amat piawai menuturkan kisah pergolakan kehidupan Suad. Ia dengan lugas menceritakan seorang perempuan yang memperjuangkan kesetaraan jender. Bagaimana Suad menghadapi keluarganya, saat dimana Suad berusaha menjaga eksistensi karir politiknya tanpa merusak hubungan dengan suaminya, utamanya kala Suad menyerukan pada rekan-rekannya, bahwa ia adalah wanita, dan itu bukan penghalang baginya untuk memantapkan langkah di dunia politik.
            
Lalu Ihsan menghadirkan pergolakan batin Suad sebagai pembanding. Ia mengisahkan bahwa bagaimanapun, Suad tetap membutuhkan kehadiran lelaki dalam hidupnya. Meski pada akhirnya ia selalu menuai perceraian. Kemudian Ia bertutur tentang Suad yang begitu terpukul mengetahui anaknya lebih dekat dengan ibu tirinya, Samirah. Faizah lebih dekat dan terbuka dengan Samirah, daripada dengan dirinya, ibu kandungnAya.
           
 Aku Lupa bahwa Aku Perempuan, adalah judul yang diberikan untuk novel terjemahan Bahasa Arab ini. Sayang sekali Syahid Widi Nugroho, penterjemah, tidak menyertakan judul aslinnya. Dengan judul novel seperti itu, jelas pembaca akan salah menginterpretasi isi novel ini. Penulis novel hanya bermaksud menguraikan ambisi seorang wanita memperjuangkan haknya, dibumbui kehidupan yang berbenturan dengan budaya. Budaya yang menggambarkan seolah-olah ia menjadi wanita yang gagal. Penulisnya, sama sekali tidak menghakimi suatu apapun. 




underline__________
ini buku sudah lama banget belinya, jaman masih sma. kalo resensinya dibuat waktu awal-awal kuliah. jadi maklum ajah kalo bahasanya geje gitu :p... oya, ini sudah pernah saya posting di multiply, tapi saya sudah tidak pernah buka multiply lAgi. mungkin sekarang sudah tutup. saya jadi tertarik posting ini lagi, gara-gara Pipit, teman saya, bilang kalo dia sedang ingin baca novel ini. ini barang pertama yang akan dia beli kalo gaji perdananya sudah keluar :D (jok lali traktir aku yo, mak ^.^)





17 comments:

  1. isunya sama mak, there's no new point..
    sama seperti Miss Gruwel di freedom of writer, atau Alice Paul di iron jawed angel..
    lek aku, hal sing paling pentinng dari semua kisah itu adalah proses kita menemukan pasangan yg bener2 paham arti kemitraan...
    biar ndak jadi suad-suad selanjutnya...hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. aha. isu besarnya mungkin sama... tapi proses struggle mereka beda-beda. poinnya di situ, tan :)

      apalagi ini suad. suad yg di mesir, timur tengah. bukan di eropa ato amrik, tempat lahirnya feminis :)

      Delete
  2. kayaknya bukunya cukup menginspirasi ya.. pinjem dong~ :D

    ReplyDelete
  3. kesetaraan perempuan, asal jgn lupa kodratnya yah ;)

    keluarga juga butuh perhatian kasih sayang ibu

    ReplyDelete
  4. kunjungan perdana,, blog yang kerenn..mampir juga ditempat saya yaa... follow sukses.. follow back yaa

    ReplyDelete
  5. Aku maunbikin novel juga ah kalo gitu, judulnya: Orang2 lupa kalo aku perempuan. Hahahaaa

    ReplyDelete
  6. @arif: isi daftar antian dulu yah :)
    @catatan: itu pasti... :)
    @handi: suiip...
    @mila: tenan loh yah... aku ngantri jadi pembaca pertama :)

    ReplyDelete
  7. Judul novelnya unik ya. Bagus tuh kayanya.
    Met tahun baru sekalian, wish u all the best :)

    ReplyDelete
  8. kovernya yg baru bagus yah. tapi kok ga cocok sama setting tempatnya yg di arab? -_-?

    ReplyDelete
  9. tapi kaya'a buku terlengkap yang mengulas semua kegiatan tentang kaum wanita, ada di buku'a Soe Tjoeng Marching yang menang dalam lomba nulis sastra di Australia dulu, cuma judulnya lupa & buku tsb kagak dijual sayang'a

    ReplyDelete
  10. @rian: hei, rian... :) selamat tahun baru yah :)
    bukunya wajib masuk daftar baca
    @annesya: hihi... harusnya dipakein cadar itu, kak?
    @andy: wih... baru tahu kal miss soe tjeng pernah menang lmba nulis novel :) apa judulnya?
    @rumput: selamat tahun baru, kawan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. eniwei,,, miss Soe Tjen memang nulis buku tentang perempuan waktu di Ausie, tp bukan novel ? kalau yang terbit di Ausie, Amerika, Prancis, Belanda & Inggris memang bukan dalam bentuk novel. Tapi spesial untuk negara'a sendiri dibuat novel, dan itu novel langka banget, aku tahu kerena beliau ngtweet di twitter lbh tepatnya follower :)

      Delete
  11. iya dong kan settingnya di arab. kok malah cepolan kaya ibu kita kartini. iya kan yah...

    btw thx ya udah ngikutin MASIHKAH sampai tamat :)

    ReplyDelete
  12. kapan yah saya bisa jadi penulis novel terkenal :D
    *Ngarep -___-

    ReplyDelete

silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.

komentar akan muncul setelah disetujui.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...