pict from here |
Saya pengen order kaos tokoh, yang ada sablonan wajah Tan Malaka guede-gude di bagian depan, biar orang-orang tahu kalau saya sedang nge-fans sama blio.
Saya mengunjungi beberapa online shop kaos tokoh. Rata-rata warna dan desainnya seragam. Kalau gak hitam yah putih. Ada pula yang merah jreng, tapi jarang. Di antara yang seragam itu, ada satu yang saya suka.
Sebelum memutuskan beli di online shop tersebut, saya liat-liat dulu isi web dan instagramnya. Hm... lah kok ada gambar Ahok pula di situ. Tentu saja saya kaget. Kamu tahu kan, kaos tokoh itu biasanya identik dengan pemikiran dan pergerakan ke-kiri-an.
Akhirnya, gak jadi deh pesan di situ.
Saya emang agak sensi kalau masalah Ahok ini. Lepas dari kasus penistaan agama. Atau identitasnya sebagai etnis Tionghoa atau seorang nasrani. Rasis dan picik jika berpikir seperti itu...
Kasus Ahok ini memang lagi hot. Tidak menyangkut diri Ahok pribadi saja, tapi juga identitas yang diembannya. Kasus ini seperti menebarkan benih-benih permusuhan di antara orang muslim dan Ahok. Beberapa nasrani pembela Ahok bisa saja terpengaruh. Ia juga berpretensi memecah belah muslim pembela al Quran dan pro Ahok.
Hanya gegara satu orang ini, Habib Riziq bela al Qur'an, dipojokkan. Buya Syafi'i Maarif bela Ahok, dipojokkan pula.
Saya agak mengambil jarak dari peristiwa ini. Sebab informasi yang disampaikan media hanya sepotong-sepotong. Cenderung tidak seimbang. Jadi, pemirsa harus lebih bijak, agar tidak menelan begitu saja isu-isu yang penuh intrik dan berkelindan sana-sini.
Capek juga kalo ngikutin berita di TV. Baru ajah istirahat dari maraton drama kopi sianidanya Jessica, sekarang udah Ahok menista Al-Qur'an. Besok apalagi? Kancil korupsi timun?
Well, balik lagi ke laptop. Jadi, bukan lantaran hal di atas saya jadi sensi. Yang saya tidak suka, dia seringkali gusur-gusur warga. Mau alasannya mereka penduduk liar, mau mempercantik Jakarta, atau apapun, saya tetap tidak suka. Itu menyayat-nyayat hati nurani, gaes. Melihat orang-orang kecil diperlakukan seenaknya. Niatnya mempercantik yang lain, tapi malah melukai yang lain. Haduh. Cantik itu memang luka!
Wajar dong, kalau saya sensi, kok, ujug-ujug ada muka Ahok -si tukang gusur- di lini masa online shop kaos tokoh itu. Hak dia juga sih sebenarnya. Mau jualan muka tokoh siapa saja juga boleh.
Saya bertanya-tanya, selain sebagai pemimpin daerah, kontribusi apa yang sudah diberikan Ahok? Mungkin sebab saya tidak tinggal di Bangka Belitung atau Jakarta -tempat Ahok pernah memimpin-, jadi saya tidak tahu sumbangsih apa yang sudah diberikan Ahok bagi rakyat-nya.
Saya scroll terus ke bawah, melihat lebih banyak isi instragram itu online shop. Saya menemukan Che Guevara, Tan Malaka, Wiji Thukul, Munir dan Cak Nun. Di antara para toko pemikir, revolusioner, pejuang kece-kece itu terselip wajah Ahok.
Memangnya dia sehebat para tokoh itu?
Apa dia sekanan mereka?
Apa dia se-kiri mereka?
Saya tidak melihat itu dalam diri Ahok.
Hanya karena sebagian besar umat islam -yang dianggap kanan- mendemo Ahok, bukan berarti Ahok itu seorang kiri yang perlu diselamatkan.
Saya rasa, sebelum berpihak, sebaiknya berpikir kritis terlebih dahulu. Jangan sampai belok kiri jalan terus, eh, malah nabrak.
Capek juga kalo ngikutin berita di TV. Baru ajah istirahat dari maraton drama kopi sianidanya Jessica, sekarang udah Ahok menista Al-Qur'an. Besok apalagi? Kancil korupsi timun?
Well, balik lagi ke laptop. Jadi, bukan lantaran hal di atas saya jadi sensi. Yang saya tidak suka, dia seringkali gusur-gusur warga. Mau alasannya mereka penduduk liar, mau mempercantik Jakarta, atau apapun, saya tetap tidak suka. Itu menyayat-nyayat hati nurani, gaes. Melihat orang-orang kecil diperlakukan seenaknya. Niatnya mempercantik yang lain, tapi malah melukai yang lain. Haduh. Cantik itu
Wajar dong, kalau saya sensi, kok, ujug-ujug ada muka Ahok -si tukang gusur- di lini masa online shop kaos tokoh itu. Hak dia juga sih sebenarnya. Mau jualan muka tokoh siapa saja juga boleh.
Saya bertanya-tanya, selain sebagai pemimpin daerah, kontribusi apa yang sudah diberikan Ahok? Mungkin sebab saya tidak tinggal di Bangka Belitung atau Jakarta -tempat Ahok pernah memimpin-, jadi saya tidak tahu sumbangsih apa yang sudah diberikan Ahok bagi rakyat-nya.
Saya scroll terus ke bawah, melihat lebih banyak isi instragram itu online shop. Saya menemukan Che Guevara, Tan Malaka, Wiji Thukul, Munir dan Cak Nun. Di antara para toko pemikir, revolusioner, pejuang kece-kece itu terselip wajah Ahok.
Memangnya dia sehebat para tokoh itu?
Apa dia sekanan mereka?
Apa dia se-kiri mereka?
Saya tidak melihat itu dalam diri Ahok.
Hanya karena sebagian besar umat islam -yang dianggap kanan- mendemo Ahok, bukan berarti Ahok itu seorang kiri yang perlu diselamatkan.
Saya rasa, sebelum berpihak, sebaiknya berpikir kritis terlebih dahulu. Jangan sampai belok kiri jalan terus, eh, malah nabrak.
No comments:
Post a Comment
silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.
komentar akan muncul setelah disetujui.