Friday, 30 December 2011
kau/aku
kalau berpapasan denganku saat di jalan, perpus, toko buku, atau di taman; 'please, jangan palingin muka kamu. apalagi tidak menyapa.' ah.. senyum saja kau enggan.
kamu mau tahu pendapatku? 'norak. kekanak-kanakan.' aku tidak sakit hati. tidak. hanya merasa sangat-sangat konyol.
lebih baik kita pura-pura saling tidak mengenal. kembali saat sebelum saling mengenal. kau tak perlu acuh kehadiranku, aku akan melakukan hal yang sama. kau/aku. sama seperti jutaan orang yang kita temui setiap hari. tidak kenal. tak menyapa. berlalu begitu saja.
Wednesday, 28 December 2011
Tuesday, 27 December 2011
Ngopi--paste
Kira-kira seperti itu judul analisis yang dipresentasikan oleh teman saya di kelas Pop Culture. Siang, 21 des 2011, pukul 11.30 seharusnya sudah mulai. Tapi karena gangguan teknis LCD, kelas jadi molor. Agak ngantuk sebenarnya kalau kuliah di siang bolong sperti itu, tapi judul yang satu ini, buat mata jadi agak segar. Lebih sedikit bergairah. Aku sedang menebak arah analisisnya nanti. Pasti tentang budaya ngopi, nih. Minum secangkir di kopi hangat. Bisa di warung pinggir jalan, angkringan, starbucks, atau kafe manalah. Tapi dasar usil, saya malah nyelutuk "ngopi-paste yah? Atau ngopi film, lagu?"
Gerrr. Sekelas pada tertawa. *guys, ng(c)opi-paste memang sudah mengakut.
Ketika sma saya pernah membaca tentang seorang mahasiswa Yogyakarta, yang suka berdiskusi hingga larut malam, bahkan sampai dini hari, sambil ngopi di jalanan. Mereka berdiskusi banyak, tidak sekedar ngobrol ngalor-ngidul. Hasilnya, jadi esai, opini yang dikirimkan ke koran. Dibukukan juga. Teman-temannya cuma bisa misuh sambil senyum-senyum. 'loh, ini kan yang kita diskusikan semalam.'
Kisah ini, entah datang dari siapa *terimakasih ^_^, telah menanamkan arti dan kesan tentang 'ngopi.'
Pertama kali dikenalkan aktifitas ngopi di tahun pertama perkuliahan.2008-2009. Mas Junk, ketua uapm inovasi, dia yang paling getol ngajak ngopi. Beruntung, seperti yang saya bayangkan, aktivitas ngopi kemudian jadi diskusi liputan *meski gak pernah jalan liputannya, jadi ajang brainstorming, dan pengkaderan. 'kenapa orang islam itu dijanjikan pahala kalau berbuat baik? ', 'kamu tau gak kenapa org mati syahid dijanjikan 72 bidadari?'. Mas Junk biasa melontarkan pertanyaan yang mendorong saya untuk kembali bertanya-tanya dan mempertanyakan.
Dari semester satu sampai tujuh. Dari satu warung ke warung lain. Minimal, ngopi seminggu sekali lah.
Dan siang itu, saya tercengang mendengar presentasi Sholeh. Jauh dari bayangan saya. Yang dia bahas, sejarah biji kopi, positive and negative effect of coffe. Kebiasaan nyeteh -melukis rokok dengan ampas kopi. Dengan Rp2000 percangkir kopi, bisa berjam-jam ngobrol, dan nyeteh, tentu saja. kebiasaan ngopi, yang menurut dia, membuat mahasiswa terlena, berjam-jam ngopi gada juntrungan sampai-sampai melalaikan tugas2 akademik. That's all.
Dhueng!!! Buyar deh semua impresi saya ttg ngopi. Ngopi, berakar dari bahasa jawa. Ngopi, merujuk pada aktivitas meminum kopi *ini menurut saya loh yah, nanti saya verify ke org jawa juga. Bukan sekedar ngombe kopi. Ngopi, sudah menjadi sebuah kebiasaan, aktivitas, atau budaya. Ke sebuah tempat yang meyediakan minuman, mungkin juga makanan, tempat anda bisa mengeksplor apa yang tidak anda pelajari di rumah, surau, sekolah, bangku kuliah. Ada proses dialektika disana. Ngopi tidak selalu beramai-amai, bisa juga sendirian. *Kalo minum kopi di rupah, bisa disebut ngopi gak yah?
Bersama teman-teman uapm inovasi, kami sering janjian ngopi, entah di warung, atau di pinggir jalan. Sering juga di pujasera. Ngomongnya sih 'ngopi, yuk', eh, waktu kumpul minuman yang disajikan pelayan di atas meja malah susu, es teh, jeruk angat, soda gembira dan berbagai jenis minuman bukan kopi.
Jadi, term ngopi, bukan cuma (lagi) milik kata kopi. Sudah menjadi istilah yang bisa diartikan lebih oleh siapa saja, termasuk anda. *noleh kamana? Ya kamu, yang baca ;-).
Presentasi Sholeh memberi saya informasi yang lain. Makna ngopi, jadi berbeda di masing-masing orang atau kelompok. Jika akhirnya dia sampai pada simpulan, berjam-jam ngopi sebaiknya dikurangi, dialokasikan untuk kegiatan akademik misalnya, bisa jadi karena aktivitas ngopi yang dijalaninya tidak berkontribusi positif.
Saya kemudian menarik ingatan pada tempat-tempat ngopi yang pernah saya kunjungi. Di depan meja kami ada lelaki dan perempuan, yang entah kenapa saya sangat yakin mereka adalah sepasang kekasih. Hm, berpacaran. Di sebelah kami, ada gerombol remaja, bermain poker dan ngobrol dengan suara sangat keras. Terdengar juga beberapa orang yang berbicara begitu serius, berapi-api. Rupanya aktivis ekstra kampus. Ada pula suara pelan, lemah dan berjarak seolah sedang berpikir, berkeluh kesah tentang unit kegiatan kampus (UKM). Ditengah keramaian, gerombolan, terselip sosok-sosok dalam kesendirian atau yang menarik diri dari lingkaran. Ditemani minum, lagu, buku, hp, atau laptop. Semuanya, menikmati ngopi dengan cara masing-masing.
Jenuh
Inilah yang aku rasakan setelah kuliah 3,5 tahun. Sekarang udah semester 7. jenuh. Kebosanan yang sudah sampai titik puncak.
Sejak awal, sebenarnya aku sudah agak sadar, kuliahku udah macam ritual saja. berangkat-masuk-duduk-diam-pulang. Begitu setiap hari. Senin-sabtu. Senin-jum'at.
Pokoknya kudu masuk. 75 %-80% kehadiran sangat mempengaruhi nilai. Minimal, kalo hadir selalu, sudah bisa ngantongin nilai B. Absen lebih dari ketentuan di atas, gak bisa ikut ujian; UTS dan UAS. Siap2 dpt potongan nilai. * huffft, kalo potongan belanja sih, gue mau.
Kalo di kelas, sesekali aku pura2 memperhatikan. Mata menatap penuh atensi sama dosen. Padahal sedang berpikir keras; tar makan malam enaknya makan apa yah? Hmmm, weekend ke BNS apa ke JTP? Liburan nanti ke gunung atau pantai?
Kadangkala juga pura2 bertanya. Meski gak penting bgt. 'Bisa jelasin yg slide pertama tadi lagi?' atau 'arketipe tadi apa artinya?'
Hmmm, gue juga suka komen, kalo mood-nya lagi baik. meski komennya juga gak penting. 'good job,' 'i like it.' yang seriusan dikit; 'marx itu bla....bla.... Dia gak blaaa...., bla..... Dan juga bla...., bla... Jadi blaaa, bla..., deh. '
Ah, membosankan sekali. Aku merasa terperangkap. Terperangkap sks, nilai, kelas, presentasi, ceramah, kuliah, kelas, kampus. Sumpah, lama-lama bisa gila. Udah pragmatis dan sangat-sangat futuristik. Teman2 diperkuliahan, aku rasa tipe orang-orang seperti itu sangat banyak. Mata kuliah itu harus erat kaitannya dan jelas fungsinya bagi mahasiswa. Anak sastra contohnya nieh, ngapain belajar statistics kalo gada kaitannya dengan skripsi? Nah loh? Ngapain juga belajar marxism, kalo skripsinya pake teori feminism? Matakuliah dari semester 1 ampe akhir, tujuannya cuma bagaimana buat skripsi yang baik dan benar sehingga mahasiswa bisa cepat lulus dan semoga mendapat pekerjaan cepat juga.
That's not what i try to find now. Aku perempuan yang sedang haus, mungkin juga rakus. Aku ingin meneguk sebanyak-bnyaknya air, biar tersedak sekalipun. Asal melepas dahaga akan belajar. Yeah, belajar. Bukan cuma masalah mencari selembar ijazah.
Aku merindukan teman yang bisa diajak duduk, ngobrol, berdiskusi, bukan cuma show off di kelas. Aku merindukan dosen sebagai teman diskusi juga, bukan sekadar evaluator.
Sempat berpikir buat nyuratin kepala jurusan juga. *wadah,,, ekstra jenuh. Ato main ke kantor beliau, pengen curhat. Hopefully, kesempatan itu mendatangai aku. Diundang sebagai peserta di penelitian yang diadain jurusan. Penelitinya kajur, beserta sekretari jurusan, sekjur, juga dua dosen lain. narative inquiry, mengubah pengalaman menjadi sesuatu yg berharga. Jadi, pesertanya, entah dosen atau mahasiswa diminta buat nyeritain pengalamannya selama proses belajar-mengajar. Eh, malahan jadi ajang curhat dan evaluasi jurusan. Aku gak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Aku ceritain semua. Nyaris sama dengan yang aku tulis di atas. Si Lita, yang duduk di samping aku cuma bilang, ceritanya sedih sekali.
Setelah ini, aku jadi pikir-pikir lagi buat mau lanjutin kuliah (s2). Kalo gak nemu tempat yang asik, mending cukup di sini saja. Sering-sering sekolah/kuliah bakal buat otak jadi lebih tumpul. *hahaha
Friday, 9 December 2011
Friday, 18 November 2011
krisis percaya diri
ni gambar dari sini nie.. [link] |
Bersembunyi di bawah selimut yg lembut..
Pura-pura membaca, buku, majalah, atau koran.
Menutupi wajah dengan kedua tangan
Apa saja biar tak ada yang lihat wajahku.
Hufttt, melingkar di rahim ibu sepertinya nyaman sekali.
Kaki ini, tak kuasa menahan beban tubuh. Bergetar didera takut, malu, cela.
Sepertinya ujung sepatu yang sobek jadi objek pandang paling menarik.
Sunday, 13 November 2011
Thursday, 10 November 2011
terlelap
Tuesday, 8 November 2011
SUMBANGAN INTELEKTUAL
Judul : Khazanah Intelektual slam
Penerjemah : Nurcholish Madjid
Editor : Nurcholish Madjid
Penerbit : Bulan Bintang
Cetakan : 1984
Tebal : VII, 384 halaman
|
|
Islam di bangun di atas sejarah panjang. Peradaban islam bukan ka’bah, sejarah islama bukan masjid nabawi. Islam sublim dalam ruhnya, yang dipegang teguh oleh umat islam. Dialektika dalam islam, setuju atau tidak, telah berpengaruh besar dalam sejarah islam. Begitu mewarnai intelektual islam. Di sini, saya menemukan bahwa, sejarah dan peradaban islam bukan saja kebudayaan, artefak, artefak, atau politik, tapi juga warisan pemikiran sarjana-sarjana muslim. Untuk itu, khazanah Intelektual Islam menjadi laik untuk dihadirkan di hadapan anda.
Buku ini merupakan terjemahan karya-karya sepuluh sarjana besar islam. Ada Alkindi, Al-Asy’ari, Al-Farabi, Ibn sina, Al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Taimiyah, Ibn Khaldun, Al-Afghani, dan terakhir Muhammad Abduh. Jangan pernah membayangkan riwayat hidup mereka dalam buku ini, sebab ini adalah riwayat pemikiran yang hidup dalam karya-karya.
Kita patut berterimakasih pada cendekiawan Nurcholish Madjid atas upayanya dalam menerjemahkan karya-karya intelektual islam, sehingga pemikiran mereka sampai kepada kita saat ini.
Terhitung sejak meninggalanya nabi, perebutan kekuasaan sudah mulai kembali mewujud. Kesukuan atau syu’biah juga bermunculan. Masalah semakin mengerucut dan rumit pasca naiknya Ali sebagai khalifah ke-empat. Perselisihan paham antar sahabat nabi sebenarnya juga sangat jelas terlihat. Bilal contohnya, perna memprotes kebijakan Umar. Bilal menuduh Umar telah menyimpang dari Al-Qur’an dan sunnah, sebab tanah yanng baru saja dibebaskan di Iran tidak dibagikan kepada tentara muslim, tapi malah diberikan kepada para petani-petani kecil yang bukan muslim. Menurut Al-Qur’an harta rampasan perang sejatinya dibagikan kepada muslim, tappi umar dengan jiwa sosial yang tinggi, memiliki pemikiran beda, yang tidak dipahami para sahabat lain.
Setelah Ali, muncul aliran-aliran dialektika atau dalam islam dikenal sebagai ilmu kalam. Mulanya berdebat mengenai kedudukan Ali dan Mu’awiyah dalam perebutan kekuasaan mereka. Namun, paham-paham tersebut ternyata terus memengaruhi tindak laku yang lain, bahakan perpolitikan kekuasan khalifah-khalifah selanjutnya.
Khawarij, Murjia’ah, Jabbariah, Qadariyyah, dan Mu’tazilah, merupakan aliran-aliran besar yang muncul pada saat itu. Aliran terakhir, Mu’tazilah sedikit banyak dipengaruhi filsafat Yunani yang dibangun atas kebebasan rasio. Dari sinilah muncul perumusan ushul fiqh oleh Imam Syafi’e dan ushul al-din oleh kaum Mu’tazilah.
Setelah mu’tazilah, lahir para pemikir islam yang di sebeut sebagai al falasifah, mereka adalah para skolastik islam yang menekuni filsafat Yunani. Aristoteles yang mengakaji logika formal (al manthiq), bilogi, ilmu bumi matemaris, dan masih banyak lagi, merupakan filsuf Yunani yang pemikirannya banyak dadopsi oleh para skolastik di atas.
Abu Ya’qub ibn Ishaq Al Kindi (wafata sekitar 257 H/870 M) adalah orang pertama yang menjadikan filsafat Yunani terkenal dalam islam.
Dalam anatologi ini, pemikiran Alkindi dapat diketahui daru kedua risalah yang ditulisnya. Pertama, Risalah tentang Kemahaesaan Tuhan dan Keterhinggaan Massa Alam. Ia berbicara mengenai keesaan tuhan, menegaskan ajaran tauhid yang dibawa turun-temurun oleh para nabi, dan juga mengenai kebadaian alam yang ternya terbatasi, terhingga. Semacam kritik pada filsafat Aristoteles. Risalah keduanya adalah Risalah tentang Akal. Risalah ini seperti meringkas ulang dengan rasa penuh kebanggaan kepada filsafat ajaran Aristoteles mengenai akal. Al Kindi mengajak kaum muslimin untuk memanfaatkan mata akal secara radikal, menurutnya hal ini akan mengantarkan muslim menuju ma’rifat yang luas.
Selanjutnya adalah Al Asy’ari (wafat 300 H/913 M.) ia adalh pengukuh fondasi kaum Sunni. Nama lengkapnya, Abu al Hasan al-Asy’ari. Meski seorang Sunni, ia mulanya adalah penganut faham Mu’tazilah. Metode filsafat kerap terlihat dalam penulisannya mengenai teologia dan pemikiran intelektual lainnya. Meminjam metode berfikir mu’tazilah, Al-Asy’ari tercata sebagai orang yang bisa mengkritik tepat ajaran Mu’tazilah pada sasaran.
Buku ini memperkenalkan kita pada Al-Asy’ari, bersentuhan langsung dengan pemikirannya lewat tulisan. Pembelaan bagi Pengkajian Ilmu Kalam menegaskan pandangannya terhadap ilmu kalam. Semacam argumentasi menguatkan kedudukan kalam di hadapan orang-orang yang alergi terhadap ilmu kalam (filsafat retorika). Ia menohok langsung dengan mengambil imam-imam mazhab besar dalam islam. Menurutnya, nabi Muhammad tidak pernah membincangkan nazar, wasiat, apalagi pembebasan budak yang kemudian ditulisnya dalam kitab. Tidak, nabi tidak pernah menulis buku, tapi itu dilakukan oleh para pewarisnya seperti Malik, Al Syafi’i, dan Abu Hanifah. Bukankah itu bid’ah? Dan bukankah secara sadar kita mengikuti ajaran imam-imam tersebut?
Selanjutnya adalah adalah Muhammad Abu Nash al-Farabi (wafat 340 H/950 M). Atau yang lebih kita kenal sebagai al-Farabi, guru kedua dalam falsafah islam setelah Aristoteles. Filsuf muslim kedua setelah al-Kindi, meskipun begitu banyak yang mengakui bahwa kapasitas keilmuan al-Farabi lebih unggul.
Di dalam karangan berjudul Perincian Ilmu Pengetahuan, ia menjabarkan ilmu ketuhanan yang terdiri dari tiga bagian; pertama yang membahas semua wujud, kedua yang membahas prinsip-prinsip burhan dalam ilmu-ilmu teori partikular, dan terakhir ilmu yang mebahas semua wujud yang bukan berupa benda atau yang berada dalam benda.
Selain itu ada juga ilmu politik yang menerutnya mempelajari tingkah laku, watak-watak manusia agar dapat mengetahui bagaimana manusia dapat diatur, dikuasai, serta bagaimana melanggengkan kekuasaan tersebut.
Sementara yang dimaksud ilmu fiqih ialah ilmu yang memberi hak untuk menyimpulkan hukum-hukum tentang hal-hal yang tidak dijelaskan secara rinci. Ketentuan hukum mengacu pada nas dengan mempertimbangkan alasan tujuan atas agama yang diturunkan pada umat.
Terakhit ia menjelaskan ilmu kalam. Ilmu kalam adalah kemampuan berargumentasi untuk mempertahankan dan membenarkan ide-ide serta perbuatan-perbuatan. Tentu tetap berdasar pada dalil-dalil serta bertujuan membela islam.
Pemegang estafet falsafat islam Al-Kindi dan Al-farabi adalah Abu ‘Ali Al-Husayn ibn ‘Abdullah ibn Sina (wafat 428 H/1037 M.) Karangannya berjudul Risalah tentang Peneguhan kenabian dan tafsir akan Simbul-simbul serta Lambang Para Nabi, berusaha mengukuhkan kedudukan para nabi, sama halnya dengan para filsuf sebelumnya. Mengenai nabi ia menulis (141):
Inilah yang disebut Nabi, yang padanya terdapat puncak tingkat-tingkat keunggulan dalam lingkungan bbentuk-bentuk material. Karena yang unggul berdiri di atas yang rendah serta menguasainya, maka Nabi berdiri di atas semua wujud yang diunggulinya serta menguasai mereka.
Al-Ghazali yang bernama asli Abu Hamid ib Muhammad al-Ghazali (wafat 505 H/1111 M) merupakan filsuf selanjutanya yang muncul setelah Ibn Sina. Pemikir orisinal yang tampil hebat dengan mengkritik filsafat al-Farabi dan Ibn Sina.
Jika al-Asy’ari meminjam metode Mu’tazilah untuk mengkritis Mu’tazilah, sama halnya dengan al-Ghazali yang kali ini meminjam metode ilmu kalam dan filsafat guna membela agama dan kembali mengaktifkan kajian keagamaan. Karya-karyanya terkenal adalah Ihya ‘Ulum al-Din dan Tahafut Falasifah. Menurutnya, kedkatan hamba dengan tuhan dapat dihayati dalam kehidupan zuhud seperti yang dilakukan para sufi.
Penjelasan yang Menentukan, merupakan tulisannya yang tersitematisasi dalam tigabelas pasal. Ia mendedahkan dengan rinci tantang hakikat ada, kafir, pengkafiran, mengambil hukum tentang fakir. Semuanya dalam bahasa yang sangat filsafat.
Ahli Fiqih yang juga seorang filsuf adalah Ibn Rusyd, Abu al-Walid ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Ahmad ibn Rusyd (wafat 594 H/1198 M). Di dunia filsafat, ia merupakan filsuf yang sukses menerjemahkan filsafat Aristoteles. Tidak hanya terkenal di Arab, ia juga dikenal di Eropa.
Ibn Rusyd lahir dari keluarga hakim yang sangat dekat dengan tradisi ilmu keislaman, fiqih. Ia sendiri sangat menguasainya, Bidayatul Mujtahid merupakan contoh karya nyata yang dekat dengan fiqih.
Ia coba mencari jalan damai antara filsafat dan Syariat, tulisannya yang kemudia diterjemahkan menjadi Makalah Penentu tentang Hubungan antara filsafat dan Syariat menjelaskan lebih detai mengenai hal tersebut. Ia menulis makalahnya dengan tujuan mencari pembenaran, adakah filsafat diperbolehkan untuk dipelajari dalam hukum syara’. Ia tiba pada kesimpulan bahwa filsafat sangat erat kaitannya dengan syara’. Kekacauan filsafat, bisa berakibat kekrusakan pada syara’ juga. Untuk amannya, setiap orang hendaknya berilmu, paling tidak tidak taqlid pada syara’, juga tidak menjadi bagian dari kegilaan para filsuf.
Pembaharu selanjutnya adalah Taqi al-din Ahmad ibn Timiyyah, atau Ibn Taimiyyah (wafat 728 H/1328 M). Tulisannya berjudul Tangga Pencapaian mengkritik para filsuf terdahulu seperti Ibn Sina dan Ibnu Rusyd. Menurutnya, para filsuf terdahulu lewat analisis mereka telah mengklaim bahwasanya nabi telah melakukan kebohongan mengenai nubuwat demi sebuah kebaikan.
Ibn Taimiyyah menyangkal tuduhan para filsuf tentang para nabi yang disebut tidak memahami esensi kenabian, ketuhanan, dan universala. Hakikat hanya diketahui oleh ahli filsafat. Ia sangat radikal dan kritis terhadap pokok ajaran yang sudah diwariskan dalam islam, baginya Al-Qur’an dan Sunnah memiliki tempat tinggi yang tak tergantikan.
Setelah Ibn Taimiyyah adalah ‘Abd al-Rahman ibn Khaldun yang lebih populer sebagi ibn Khaldun (808 h/1406 M). Ia menulis tentang Ilmu Pengetahuan dan Berbagai Jenisnya, tentang pengajaran serta Metode-metode dan Aspek-aspeknya, dan Tentang Berbagai Hal yang Bersangkutan dengan itu Semua.
Poin yang dapat ditarik dari tulisan ini adalah, sejatinya ilmu pengetahuan dan pengajaran merupakan hal yang alami dalam peradaban manusia. Ilmu pengetahuan mekar hanya bila peradaban tumbuh serta kebudayaan berkembang. Ia juga berpendapat bahwasanya ilmu penegtahuan terbagi menjadi dua bagian besar, yang pertama ilmu-ilmu hikmah dan filsafat, sedangkan yang kedua adalah ilmu-ilmu tradisional dan konvensional.
Ia juga membahas ilmu kalam, ilmu –ilmu rasional dan bagian-bagiannya, lalu ia membantah falsafah, dan terakhir mengenai cara yang benar dalam mengajarkan ilmu pengetahuan dan metode penggunaannya.
Salah seorang lagi pembesar isalm kali ini dalam kancah modern adalah Jamal al-Din al-Afghani (1255-1315 H/1839-1897 M). Inilah al-Afghani, pembaharu islam modern. Tulisannya dalam bung rampai ini berjudul Masa lalu Umata dan Masa Kininya, serta Pengobatan bagi Penyakit-penyakitnya, menyiratkan pemikirannya yang sangat jelas akan islam saat ini. Ada kekhawatiran di sana.
Ia melihat umat islam sedang berdiam dibawah kemunduran terus-menerus, sehingga perlu kiat tertentu untuk mengembalikan kejayaan tersebut. Ia menuntut umat islam untuk berfikir seradikal-radikalnya, sebebas-bebasnya. Tapi tentu saja, tetap dalam semangat menjalankan kemurnian islam.
Intelektual selanjutnya adalah Muhammad ‘Abduh (1261-1323 H/1845-1905 M). ‘Abduh merupakan murid al-Afghani, keduanya pernah menerbitkan majalah dalam bahasa Arab di Perancis,al-Urwah al-Wutsqa. Ia banayak belajar ilmu logika, ilmu kalam, astronomi, metafisika, dan sufisme isyraqiyyah dari sang guru.
Ia menulis sebuah Mukaddimah (Tentang Ilmu Tauhid). Ilmu yang mempelajari keesaan tuhan. Sejak wujud, sifat-sifatnya yang wajib, jaiz, maupun mustahil. Ia juga meringkassejarah dealektika ilmu kalam dalam tulisannya ini.
Akhirnya, buku ini menjadi bacaan wajib bagi anda untuk lebih memahami pergolakan pemikiran dalam islam. Sangat bermanfaat bagi nutrisi kognisi khazanah keislaman. Ia menyentuh dengan pemikiran, bukan sekadar kebanggan pada ketokohan.
Tuesday, 25 October 2011
Major Characters in Othello
taken from http://students.cis.uab.edu/black790/Othello.html |
Othello
Othello is a black –Moor, and is a Christian. He is the general of the armies of Venice. Although he is a black, people respected him due to his eloquent and powerful profile. People recognized him as a strength man and a clever general.
However, he is not a forcefully man. He possesses a psychological disorder or syndrome like that. When Iago told him about Desdemona and Casssio, the depiction of the story appears in his mind which makes him hurt and sick. Iago made the best use of this condition to separate him with Desdemona, and take over his authority. He is really in jealous till he kill Desdemona.
Desdemona
She is a gentle woman. She secretly married to Othello, the moor, because she knew that her father and might some white people do not like it. His father was Venetian senator, Brabanzio.
Desdemona really love Othello, and won’t be poles apart from him. She does not contemn Othello like others because of racial issue. She also a faithful wife who wants always getting on together with Othello. When Othello appointed to do his duty as a general in Turkey, Desdemona begs to follow him.
Desdemona for those who know him, such as Cassio and Emily, is e benevolent woman. That is why Cassio asked Desdemona to help him clarifying his problem with Othello.
Otherwise she is a true lover; her heart was not blinded by love. She still uses her smart mind. She realized that Othello has been provoked; she challenged Othello to find proofs that Desdemona was adultery. Desdemona finally killed by Othello because of his silly jealous.
Iago
Iago is one of Othello ensigns, anoter is Cassio. He is a racist. I said so because he actually does not agree the marriage between Othello and Desdemona, white-black. He help Roderigo to win Desdemona heart, beside of racism, I think the highest motivation of it is money. He has been paid for help Rodrigo.
And when he helped Cassio, it is actually just an intrigue. In fact, he keened on Cassio’s position. He wanted to be lieutenant. He construct the situation that make Cassio in bad side, he made Cassio drunk then fight with a man from Cyprus. Then he testified before Othello as if he on Cassio side. He is good at manipulation.
He also created a story about Desdemona and Cassio for Othello. He told and showed him scenes as if Cassio and Desdemona were in love. He asked her wife, Emilia, to bring him Desdemona’s kerchief, the he inserted it to Cassio’s room. Othello were mad to now that Desdemona’s kerchief has been found in Cassio’s room. He was absolutely success to break up that couple.
He is a big fat villain.
Emilia
Emilia is Iago’s wife. He really knew what his husband is. He knew that Iago is not an honest man. She works as Desdemona’s attendant and is attached to her. At first, she did not realize that the conflict between Othello and Desdemona was set up by Iago. However, she finally know it, the clue is how can Desdemona’s kerchief she stole for Iago is founded in Cassio’s room.
The time she found Desdemona lied dying on her bed, she tried to tell Othello that it all were Iago’s intrigues. She told her distrustful of her husband to Othello. She died in Iago’s hand; Iago killed her because her witness that Desdemona does not fault but Iago the villain.
Thursday, 13 October 2011
gelisah
ini gelisah bermuara dua
lari atau maju
diam atau bergerak
ini gelisah datang, saat kau sadar akan bodoh
lari atau maju
diam atau bergerak
ini gelisah datang, saat kau sadar akan bodoh
Thursday, 30 June 2011
Laskar hijau,,,
pertama kali ke laskar hijau, di Klakah, Lumajang, bulan juli tahun 2010,, lupa dah tanggal pastinya. waktu itu ceritanya bareng Ariph ()yg make topi kupluk) Muchlasin (di pojok kanan) nemenin winda (jaket merah putih) liputan. selama di sana ditemenin ma Noven...
langsung jatuh cinta we, pengen ke sana terus, nanam pohon, merawat tanaman,,,. melakukan hal-hal sederhana yg sudah mulai dilupakan orang banyak.
Wednesday, 15 June 2011
Monday, 13 June 2011
arek2 B1
foto bareng teman2 PKPBA B1. jaman masih maba, smester I & II (masih imut ya?)
pkpba; sebenarnya melelahkan. bayangkan aja kuliah mulae jam 2 siang mpe jam 8 malam.. busyet dah. untung aja ada istirahat sholat bentar. serunya pkpba, py teman byk, dari jurusan mana aja ada di satu kelas. bisa kenal rohman, dari bahasa arab, ariel, dari ekonomi, badriah dari psikologi, firda dari biologi... pokoknya seru deh.
palagi kyak yg di foto ini nih, jalan2 ke wbl...
emang sih nguras tenaga, dompet; tapi tak apelah.....
kapan lagi bisa rame2 gini...
Because She is a Woman
Title : Agora
Directed by : Alejandro Amenabar
Produced by : Fernando Bovaira and Álvaro Augustin
Written by : Alejandro Amenabar and Mateo Gil
Starring : Rachel Weisz and Max Minghella
Music by : Dario Marianelli
Cinematography : Xavi Giménez
Editing by : Nacho Ruiz Capillas
Release date(s) : October 9, 2009 (2009-10-09)
Running time : 126 minutes
Country : Spain
Language : English
Agora is a biopic of Hypatia, a female mathematician, philosopher and astronomer of Roman Egypt in 4th century. Rachel Weisz stars as Hypatia, act as an independent woman in a history which highlight the relation between religion and science. Christian versus Greco-Roman polytheism in Alexandria.
It is told in the film that Orestes (Oscar Isaac), her pupil at the Platonic school, and Davus, her slave were in love with her. Orestes, moreover, declares his love to Hypatia trough playing music in a public theatre, in front of many people. Whereas Davus only secretly in love.
As a woman, in some cases, Hypatia was lucky to be born as daughter of Theon (Michael Lonsdale), the director of the Museum of Alexandria, beside she is also an independent scientist, and she has some peculiarities that others do not have. She can speak up her mind in Agora, a gathering place in ancient, or teach at school.
However, whatever will be Hypatia is just a woman, when Orestes love and want to possess her, she just such a prey. That is why she rejects Orestes' love and prefers to be a freedom woman.
Two men who have conversation with Theon the day when Orestes declared his love, seems to represent what the society of Roman Empire think about woman. These two men jokingly suggest Theon to accept Orestes love and let them married. Hypatia is great woman people indeed, but as woman she does not get her blessing yet till she gets married. This is Theon's answer.
"Hypatia subjected to a man? without freedom to teach, or even to speak up her mind." You may agree that Hypatia is lucky to have father like Theon.
The struggle of Hypatia does not finished yet. She should fight against Christian to won her love of science. Her research about the heliocentric model of solar system which proposed by Aristarchus contradicts to the 'truth' of Christian. She investigates that the world is sphere. Due to this objection, Hypatia is forbidden to teach at school. In Christian, the only one who knows about the world is God. All is written in bible, so just believe it and do not question it.
Several years later, Orestes become the prefect of Alexandria, and had converted her belief to Christianity. While Synesius (Rupert Evans), one of Hypatia's students, become the Bishop of Cyrene. Both are immersed in a situation after religious commotion, Christian monotheism against Roman-Greco polytheism (science) –Christian called them as pagan. Both of them still appreciate Hypatia as their teacher. Moreover, Orestes yet loves her.
Cyril, stars Sami Samir, sees that Hypatia influences much over on Orestes. Cyril does not accept if the governor is smitten by any other Christian, especially only a woman. Therefore, he set up a public ceremony to force Orestes subjugate her. Synesius also come to rescue her if she agrees to be a Christian. Under all circumstances, Hypatia refuse to be a Christian, she loves science very much. She said that if she becomes a Christian she cannot explore her love on science anymore, because in Christian people are not free even only asking.
Hypatia is accused by Cyril as a witch, he successfully convince the Christendom to kill her. The parabalani then find her, they strip her naked and stone her to death. Anyhow, before that Davus, based on Hypatia permission, suffocates her till die, so when they stone her, she does not feel any pain.
Directed by : Alejandro Amenabar
Produced by : Fernando Bovaira and Álvaro Augustin
Written by : Alejandro Amenabar and Mateo Gil
Starring : Rachel Weisz and Max Minghella
Music by : Dario Marianelli
Cinematography : Xavi Giménez
Editing by : Nacho Ruiz Capillas
Release date(s) : October 9, 2009 (2009-10-09)
Running time : 126 minutes
Country : Spain
Language : English
It is told in the film that Orestes (Oscar Isaac), her pupil at the Platonic school, and Davus, her slave were in love with her. Orestes, moreover, declares his love to Hypatia trough playing music in a public theatre, in front of many people. Whereas Davus only secretly in love.
As a woman, in some cases, Hypatia was lucky to be born as daughter of Theon (Michael Lonsdale), the director of the Museum of Alexandria, beside she is also an independent scientist, and she has some peculiarities that others do not have. She can speak up her mind in Agora, a gathering place in ancient, or teach at school.
However, whatever will be Hypatia is just a woman, when Orestes love and want to possess her, she just such a prey. That is why she rejects Orestes' love and prefers to be a freedom woman.
Two men who have conversation with Theon the day when Orestes declared his love, seems to represent what the society of Roman Empire think about woman. These two men jokingly suggest Theon to accept Orestes love and let them married. Hypatia is great woman people indeed, but as woman she does not get her blessing yet till she gets married. This is Theon's answer.
"Hypatia subjected to a man? without freedom to teach, or even to speak up her mind." You may agree that Hypatia is lucky to have father like Theon.
The struggle of Hypatia does not finished yet. She should fight against Christian to won her love of science. Her research about the heliocentric model of solar system which proposed by Aristarchus contradicts to the 'truth' of Christian. She investigates that the world is sphere. Due to this objection, Hypatia is forbidden to teach at school. In Christian, the only one who knows about the world is God. All is written in bible, so just believe it and do not question it.
Several years later, Orestes become the prefect of Alexandria, and had converted her belief to Christianity. While Synesius (Rupert Evans), one of Hypatia's students, become the Bishop of Cyrene. Both are immersed in a situation after religious commotion, Christian monotheism against Roman-Greco polytheism (science) –Christian called them as pagan. Both of them still appreciate Hypatia as their teacher. Moreover, Orestes yet loves her.
Cyril, stars Sami Samir, sees that Hypatia influences much over on Orestes. Cyril does not accept if the governor is smitten by any other Christian, especially only a woman. Therefore, he set up a public ceremony to force Orestes subjugate her. Synesius also come to rescue her if she agrees to be a Christian. Under all circumstances, Hypatia refuse to be a Christian, she loves science very much. She said that if she becomes a Christian she cannot explore her love on science anymore, because in Christian people are not free even only asking.
Hypatia is accused by Cyril as a witch, he successfully convince the Christendom to kill her. The parabalani then find her, they strip her naked and stone her to death. Anyhow, before that Davus, based on Hypatia permission, suffocates her till die, so when they stone her, she does not feel any pain.
doc.istimewa? |
Sunday, 12 June 2011
ngangenin
Saturday, 11 June 2011
She is the one
She cheers me up when I sad
She raises me up when I desperate
She treats me like a father to his children;
giving them candy, kite, and rollcoaster
She stays there: bestowing me with planty of mercy
So I can smile
She hugs me tight: showering me with seas of affection
So I can laugh
She is so kind like mother to me;
cooking my breakfast and sewing my blanket
You know,
She is the one in my heart
No one can replace her
I love her wherever, whenever
: she is my god
Malang, 7 Juni 2011
Saturday, 28 May 2011
Musrifah? so why...
“Walk before, me. I don’t want anyone see me wearing this jeans.” Nur told her friend. It such a disgrace thing if she, who once became musrifah (female supervisor) wearing jeans. She put on grey veil, grey jacket, and jeans.
It was dark outside, Nur got up at 03:30, or at least before the Dawn pray. After that, she leaded the students of Umu Salamah, Ma’had Sunan Ampel Al ‘Ali to study about English vocabulary. It is called shobahullughoh. Next, she conditioned an accompanied the student to join the reciting Kitab program. All of these programs will have end at 06:30.
It is usual for them to hold that activity outside the mabna, it can be in the field, in front of SC building, behind rector building, everywhere at campus. If you see some girls crowd round a girl that might be a group of musrifah with her students doing shobahullughoh.
Yeah, that was the regular activities of a supervisor or Musrifah of Ma’had Sunan Ampel Al ‘Ali, the boarding house for fresh student of UIN Maliki Malang. She above refers to Nur Winda Safitri, a student of English Language and Letter Department.
She became musrifah when she was in her second year in this campus, at third and fourth semester. Since June 2009 to June 2010, she almost did that routine morning activity every day, otherwise on red letter days or official national holidays. She became musrifah of Ummu Salamh, a mabna near by Ulul Albab Mosque and A building.
From 06:30 to 20:00 is time for her to spend her need as a student. She goes to campus, studies at class, and passes the rest time at UKM (unit Kegiatan Mahasiswa). Later, before the fresh female students back to mabna, buildings such a flat for student in ma’had, she should stand by there. Sometimes, musrifah will stand beside the door, if there is a student back more than 9 pm o’clock, they will be punished.
At night, according to the schedule, the musrifahs only have a program of reciting kitab. However, they have many unscheduled times for some activities such as meeting among musrifah in Umu Salamah, inter-mabna, or with both Musyrif (male supervisor) and musrifah of Ma’had. It begins after praying Isya until undetermined time, but mostly end at eleven o’clock or more.
What a boring orderly schedule, eh? May be yes, may be no. The important that these activities have bothered her study is true. In the morning for example, sometimes Nur has a class on 06:30 while reciting kitab still in progress. To anticipate it, she prepared all things before the scheduled programs after daybreak begin. Meanwhile in the night, most of the time has been stolen for meetings till she did not have enough time to study. “It really bothers me. I need time to express my interest at UKM and to study.” She avowed.
What can she does? That was a consequence being a musrifah. Other consequences are not allowed to date someone and wear jeans. It is such an unwritten agreement that it is a taboo for a musrifah has a boy friend. Moreover, the students should not know about it. In ma’had, not only female students, but musrifahs also were forbidden to wear jeans. They may wear skirt, cotton trouser, or jubbah. As if the virtuousness can be judged from what they wear.
In some occasion, if mabna plans an event and they do not get money from ma’had, they have to contribute their money or ask the contribution of student. As a musrifah, the nominal account may be not too big. On the other hands, we all know that students expensively pay for ma’had. Should they go the pace again?
The first time she applied for that position, as someone who graduated of Islamic boarding school, she thought that it is time to serve and share her knowledge sincerely. She did not ask for any fee-paid money. Some of those who still stand as musrifah as same as her, most of them are graduate from Islamic boarding school who used to live in that way. While others, might consider it as charity deed.
In fact, a musrifah did not be paid, but they are free for charge living cost, free for living in ma’had. Compare it with fresh students, they have to pay about 4-5 millions, whereas sophomore level who wants to live at ma’had should pay about 2 millions. Besides that, at the end of leadership, all musyrif and musrifah have an agenda of having fun time together.
Based on her experience, she told that they went to Wisata Bahari Lamongan (WBL). All of them are given Rp100.000 and free for the transportation, also the pass ticket. On any account, that cannot paid for times and energy she has spent for being a musrifah.
After a year, she quitted the duty as musrifah. She thought that now is the time for her to focus on study and UKM. She goes to campus happily, but sometimes she still feels so clumsy to walking with male students or wearing jean. When she wear jean, all eyes are on her. Her friends in English Department know that she is a former musrifah.
“Wah, mantan musrifah. Pake jins ni ye… (there is a former musrifah wearingjeans!)” said her friend colloquially.
What a life!
It was dark outside, Nur got up at 03:30, or at least before the Dawn pray. After that, she leaded the students of Umu Salamah, Ma’had Sunan Ampel Al ‘Ali to study about English vocabulary. It is called shobahullughoh. Next, she conditioned an accompanied the student to join the reciting Kitab program. All of these programs will have end at 06:30.
It is usual for them to hold that activity outside the mabna, it can be in the field, in front of SC building, behind rector building, everywhere at campus. If you see some girls crowd round a girl that might be a group of musrifah with her students doing shobahullughoh.
Yeah, that was the regular activities of a supervisor or Musrifah of Ma’had Sunan Ampel Al ‘Ali, the boarding house for fresh student of UIN Maliki Malang. She above refers to Nur Winda Safitri, a student of English Language and Letter Department.
She became musrifah when she was in her second year in this campus, at third and fourth semester. Since June 2009 to June 2010, she almost did that routine morning activity every day, otherwise on red letter days or official national holidays. She became musrifah of Ummu Salamh, a mabna near by Ulul Albab Mosque and A building.
From 06:30 to 20:00 is time for her to spend her need as a student. She goes to campus, studies at class, and passes the rest time at UKM (unit Kegiatan Mahasiswa). Later, before the fresh female students back to mabna, buildings such a flat for student in ma’had, she should stand by there. Sometimes, musrifah will stand beside the door, if there is a student back more than 9 pm o’clock, they will be punished.
At night, according to the schedule, the musrifahs only have a program of reciting kitab. However, they have many unscheduled times for some activities such as meeting among musrifah in Umu Salamah, inter-mabna, or with both Musyrif (male supervisor) and musrifah of Ma’had. It begins after praying Isya until undetermined time, but mostly end at eleven o’clock or more.
What a boring orderly schedule, eh? May be yes, may be no. The important that these activities have bothered her study is true. In the morning for example, sometimes Nur has a class on 06:30 while reciting kitab still in progress. To anticipate it, she prepared all things before the scheduled programs after daybreak begin. Meanwhile in the night, most of the time has been stolen for meetings till she did not have enough time to study. “It really bothers me. I need time to express my interest at UKM and to study.” She avowed.
What can she does? That was a consequence being a musrifah. Other consequences are not allowed to date someone and wear jeans. It is such an unwritten agreement that it is a taboo for a musrifah has a boy friend. Moreover, the students should not know about it. In ma’had, not only female students, but musrifahs also were forbidden to wear jeans. They may wear skirt, cotton trouser, or jubbah. As if the virtuousness can be judged from what they wear.
In some occasion, if mabna plans an event and they do not get money from ma’had, they have to contribute their money or ask the contribution of student. As a musrifah, the nominal account may be not too big. On the other hands, we all know that students expensively pay for ma’had. Should they go the pace again?
The first time she applied for that position, as someone who graduated of Islamic boarding school, she thought that it is time to serve and share her knowledge sincerely. She did not ask for any fee-paid money. Some of those who still stand as musrifah as same as her, most of them are graduate from Islamic boarding school who used to live in that way. While others, might consider it as charity deed.
In fact, a musrifah did not be paid, but they are free for charge living cost, free for living in ma’had. Compare it with fresh students, they have to pay about 4-5 millions, whereas sophomore level who wants to live at ma’had should pay about 2 millions. Besides that, at the end of leadership, all musyrif and musrifah have an agenda of having fun time together.
Based on her experience, she told that they went to Wisata Bahari Lamongan (WBL). All of them are given Rp100.000 and free for the transportation, also the pass ticket. On any account, that cannot paid for times and energy she has spent for being a musrifah.
After a year, she quitted the duty as musrifah. She thought that now is the time for her to focus on study and UKM. She goes to campus happily, but sometimes she still feels so clumsy to walking with male students or wearing jean. When she wear jean, all eyes are on her. Her friends in English Department know that she is a former musrifah.
“Wah, mantan musrifah. Pake jins ni ye… (there is a former musrifah wearingjeans!)” said her friend colloquially.
What a life!
Friday, 22 April 2011
Seterah
Beberapa pertanyaan mungkin ada jawabannya, beberapa mungkin tidak.
Kalau ada, jawab saja, atau kalau tidak mau, ya bilang saja. dan bila tidak tahu jawabannya, jangan sok tahu. Jujur saja bahwa memang tidak tahu.
Kalau ditanya mau, apa. Bilang donng.... Biar dituruti. Tak perlu melulu ikut-ikutan, atau menuruti orang lain.
Mau apa? Terserah.
Mau dimana? Terserah.
Mau yang mana? Terserah....
Jancukkk!!!!
Aku tanya kamu maunya apa, kuk terserah? Yang punya mau aku atau kamu, sih?
TERSERAH, menurutku bukan jawaban yang baik. kalau dijawab terserah terus, aku merasa seperti memaksakan kehendakku atasmu, seolah jawaban yang nantinya kamu berikan padaku sudah pasti akan aku tolak mentah-mentah, jadi jawaban terserahlah yang kamu pilih.
Emang ada benda terserah? Makan tu seterahmu!!!
Cerita hujan
Butiran hujan melesat membasahi tanah
Ratusan, ribuan, kemungkinan tak terhingga
Meninggalkan langit
Tik, tik, tik, tik, tik, tik, tik, tik, tik, tik, tik, tik.
Perlahan lalu memburu
Terdengar di atas genting
Gemiricik air menetes dari ujung daun ke tanah
Seolah hasrat yang segera dituntaskan
Mengalir menemukan arusnya, di antara deras kali
Tebing curam,
Dan danau teduh
Rindu anak pada rahim ibunya
Di segara ini
Tempat ia bermuara
Di rahim bumi.
Monday, 11 April 2011
yuri & teri
Yuri?
Ry, yuri?
Di manakah, kamu?
Kemana kamu belum muncul juga? Sebentar lagi hari akan rembang. Aku takut jika harus pulang sendiri. ibu bilang anak nakal yang masih keluyuran waktu magrib akan ditangkap setan. Ngeri!
Kalau kamu tidak bisa datang kenapa saat pulang sekolah tadi kamu tidak memberitahuku? Tiap sore kamu dan aku harus datnga ke taman ini. Dunia kita berdua.
Seringkali, kau duduk selonjor di depanku. Khidmat. Mendengarkan celotehku cerita-cerita yang aku sadur dari Uti Ni, kadang-kadang juga aku tambahkan dari dongeng Kung Fu. Tapi kamu lebih suka tidur-tiduran sembari membaca coretan-coretan dalam buku bersampul pink. Kamu bilang lebih asyik membaca ceritaku dari pada mendengar suaraku, cempreng ejekmu.
Huh, dasar! Aku sangat marah. Tapi entah kenapa, aku tidak pernah punya kekuatan untuk memarahimu. Kamu mau bilang aku nenek sihir sekalipun, aku akan menganggapnya sebagaai puian. Sebab sekian lama dekat dengamu, aku tahu, kamu bukan tipe orang yang suka memuji, mengakui perasaanmu sendiri.
Hanya lukisanmu yang berbicara jujur. Gadis kecil, mata berkaca. Nenek tua dengan senyum lebar menampilkan gigi utuh, dan sisa merah sirih pinang di sudut bibir. Bayi dalam dekapan ayah, duduk di bangku taman. Aku suka semuanya. Beberapa kali sudah aku minta dilkusi, tapi kamu selalu saja mengelak. Katamu, wajahku jelek. Bisa-bisa kuasnya patah semua. Tuh, kan... Kamu memang menyebalkan.
Setidaknya aku masih terhibur mendengar nada gitar menyatu dengan suaramu. Syahdu. Menyenandungkan kisah indah.
Just a smile and the rain is gone
Can hardly believe it (yeah)
There's an angel standing next to me
Reaching for my heart
Just a smile and there's no way back
Can hardly believe it (yeah)
But there's an angel calling me
Reaching for my heart
Dan mungkin satu kesalahan besar. Karena tiap kali kamu memainkannya lagi dan lagi. Aku selalu berpikir 'that angel must be me.'
Malaikat di atas sana menyapukan cat hitam menutupi mozaik-mozaik merah. Langit, Yuri, sudah benar-benar gelap. Kamu tidak datang. Aku pulang dengan ketakutan. Selamat dan utuh sampai rumah. setan tidak menculikku. Dia tau, kuk, aku bukan anak nakal. Hanya seorang gadis malang, menunggu teman yang entah kenapa lupa menepati janji. (oh, sebaiknya, kamu harus hati-hati. Jangan-janngan setan akan menyantumkan namamu di daftar anak nakal.)ketakutanku lebih pada kamu juga tidak akan datang keesokan hari.
#### | ##### | #### |
Moonlight Sonata
Suatu sore Ludwig van Beethoven dan seorang temannya sedang berjalan-jalan. Ketika mereka melewati jalan sempit nan gelap, terdengar alunan musik dari sebuah rumah kecil.
"Sst!" kata Beethoven, "ini salah satu karya terindahku."
Tiba-tiba ada suara berkata, "aku tidak bisa memainkan lagi –ini teramat indah! Aku berharap bisa mendengar karya ini dimainkan oleh seseorang yang pantas melakukannya."
Tanpa sepatah kata, Beethoven dan temannya memasuki rumah tersebut. Rumah seorang tukang sepatu miskin. Sesosok gadis muda duduk di hadapan piano.
"Permisi," ujar Komposer hebat tersebut. "Saya pemusik. Saya dengar kamu bilang ingin mendengar seseorang memainkan karya yang baru saja kamu mainkan. Maukah kamu mengijinkan saya memainkannya untukmu?"
"Terima kasih sekali", jawab si Gadis, "tapi piano kami sudah tua. Lagipula kami tidak punya lembaran musik".
"Tidak ada lembar musik? Lantas, bagaimana kamu memainkannya?" tanya Beethoven.
Gadis tersebut memalingkan wajahnya menghadap sang maestro besar. Diamati lebih dekat, dia tau bahwa si gadis ternyata buta.
"Aku memainkannya berdasar memori", ujar si gadis.
"Dari mana kamu mendengar karya yang baru saja kamu mainkan tadi?"
"Aku biasa mendengar seorang perempuan sedang berlatih dekat rumah lama kami. Selama sore musim panas, jendelanya terbuka, lalu aku berjalan ke sana dan dari mendengarkannya dari luar". Jawab si gadis.
Beethoven duduk di depan piano. Si gadis buta dan saudara laki-lakinya dengan terpesona mendengarkan permainan sang maestro. Pada akhirnya si tukang sepatu datang mendekat dan bertanya, "Anda siapa?"
Beethoven tidak menjawab. Si tukang sepatu mengulang pertanyaannya, dan sang maestro tersenyum. Ia mulai memainkan karyanya yang coba dimainkan si gadis.
Semua yang mendengar menahan napas. Ketika permainan usai, mereka berteriak, "andalah maestro itu! Anda adalah Beethoven".
Ia bangkit untuk pergi, tapi mereka menahannya kembali. "Mainkahlah untuk kami sekali lagi –hanya sekali saja", pinta mereka.
Ia kembali duduk di depan piano. Cahaya cerlang bulan bersinar di dalam kamar kecil nan sederhana.
"Saya akan menggubah sebuah sonata untuk sinar bulan", katanya. Untuk beberapa saat ia memandang penuh perhatian pada langit cerah yang diterangi bulan dan kerlip bintang. Kemudian jemarinya berpindah dari tuts-tuts piano yang terlihat tua. Lewat nada rendah, sedih, dan manis, ia memainkan karya barunya. Akhirnya, ia menyorong kembali kursinya, dan sambil berbalik menuju pintu ia berkata, "selamat tinggal semua!"
Ia berhenti dan memandang lembut wajah si gadis buta. "Ya, aku akan datang lagi untuk mengajarimu musik. Selamat tinggal! Aku akan segera kembali!"
Beethoven berkata pada temannya, "ayo bergegas agar aku bisa menuangkan sonata ini selagi aku masih mengingatnya!"
Begitulah bagaimana karya terkenal Ludwig van Beethoven "Moonlight Sonata" tercipta.
Diterjemahkan dari "The Moonlight Sonata"
"Sst!" kata Beethoven, "ini salah satu karya terindahku."
Tiba-tiba ada suara berkata, "aku tidak bisa memainkan lagi –ini teramat indah! Aku berharap bisa mendengar karya ini dimainkan oleh seseorang yang pantas melakukannya."
Tanpa sepatah kata, Beethoven dan temannya memasuki rumah tersebut. Rumah seorang tukang sepatu miskin. Sesosok gadis muda duduk di hadapan piano.
"Permisi," ujar Komposer hebat tersebut. "Saya pemusik. Saya dengar kamu bilang ingin mendengar seseorang memainkan karya yang baru saja kamu mainkan. Maukah kamu mengijinkan saya memainkannya untukmu?"
"Terima kasih sekali", jawab si Gadis, "tapi piano kami sudah tua. Lagipula kami tidak punya lembaran musik".
"Tidak ada lembar musik? Lantas, bagaimana kamu memainkannya?" tanya Beethoven.
Gadis tersebut memalingkan wajahnya menghadap sang maestro besar. Diamati lebih dekat, dia tau bahwa si gadis ternyata buta.
"Aku memainkannya berdasar memori", ujar si gadis.
"Dari mana kamu mendengar karya yang baru saja kamu mainkan tadi?"
"Aku biasa mendengar seorang perempuan sedang berlatih dekat rumah lama kami. Selama sore musim panas, jendelanya terbuka, lalu aku berjalan ke sana dan dari mendengarkannya dari luar". Jawab si gadis.
Beethoven duduk di depan piano. Si gadis buta dan saudara laki-lakinya dengan terpesona mendengarkan permainan sang maestro. Pada akhirnya si tukang sepatu datang mendekat dan bertanya, "Anda siapa?"
Beethoven tidak menjawab. Si tukang sepatu mengulang pertanyaannya, dan sang maestro tersenyum. Ia mulai memainkan karyanya yang coba dimainkan si gadis.
Semua yang mendengar menahan napas. Ketika permainan usai, mereka berteriak, "andalah maestro itu! Anda adalah Beethoven".
Ia bangkit untuk pergi, tapi mereka menahannya kembali. "Mainkahlah untuk kami sekali lagi –hanya sekali saja", pinta mereka.
Ia kembali duduk di depan piano. Cahaya cerlang bulan bersinar di dalam kamar kecil nan sederhana.
"Saya akan menggubah sebuah sonata untuk sinar bulan", katanya. Untuk beberapa saat ia memandang penuh perhatian pada langit cerah yang diterangi bulan dan kerlip bintang. Kemudian jemarinya berpindah dari tuts-tuts piano yang terlihat tua. Lewat nada rendah, sedih, dan manis, ia memainkan karya barunya. Akhirnya, ia menyorong kembali kursinya, dan sambil berbalik menuju pintu ia berkata, "selamat tinggal semua!"
Ia berhenti dan memandang lembut wajah si gadis buta. "Ya, aku akan datang lagi untuk mengajarimu musik. Selamat tinggal! Aku akan segera kembali!"
Beethoven berkata pada temannya, "ayo bergegas agar aku bisa menuangkan sonata ini selagi aku masih mengingatnya!"
Begitulah bagaimana karya terkenal Ludwig van Beethoven "Moonlight Sonata" tercipta.
Diterjemahkan dari "The Moonlight Sonata"
Subscribe to:
Posts (Atom)