Inilah yang aku rasakan setelah kuliah 3,5 tahun. Sekarang udah semester 7. jenuh. Kebosanan yang sudah sampai titik puncak.
Sejak awal, sebenarnya aku sudah agak sadar, kuliahku udah macam ritual saja. berangkat-masuk-duduk-diam-pulang. Begitu setiap hari. Senin-sabtu. Senin-jum'at.
Pokoknya kudu masuk. 75 %-80% kehadiran sangat mempengaruhi nilai. Minimal, kalo hadir selalu, sudah bisa ngantongin nilai B. Absen lebih dari ketentuan di atas, gak bisa ikut ujian; UTS dan UAS. Siap2 dpt potongan nilai. * huffft, kalo potongan belanja sih, gue mau.
Kalo di kelas, sesekali aku pura2 memperhatikan. Mata menatap penuh atensi sama dosen. Padahal sedang berpikir keras; tar makan malam enaknya makan apa yah? Hmmm, weekend ke BNS apa ke JTP? Liburan nanti ke gunung atau pantai?
Kadangkala juga pura2 bertanya. Meski gak penting bgt. 'Bisa jelasin yg slide pertama tadi lagi?' atau 'arketipe tadi apa artinya?'
Hmmm, gue juga suka komen, kalo mood-nya lagi baik. meski komennya juga gak penting. 'good job,' 'i like it.' yang seriusan dikit; 'marx itu bla....bla.... Dia gak blaaa...., bla..... Dan juga bla...., bla... Jadi blaaa, bla..., deh. '
Ah, membosankan sekali. Aku merasa terperangkap. Terperangkap sks, nilai, kelas, presentasi, ceramah, kuliah, kelas, kampus. Sumpah, lama-lama bisa gila. Udah pragmatis dan sangat-sangat futuristik. Teman2 diperkuliahan, aku rasa tipe orang-orang seperti itu sangat banyak. Mata kuliah itu harus erat kaitannya dan jelas fungsinya bagi mahasiswa. Anak sastra contohnya nieh, ngapain belajar statistics kalo gada kaitannya dengan skripsi? Nah loh? Ngapain juga belajar marxism, kalo skripsinya pake teori feminism? Matakuliah dari semester 1 ampe akhir, tujuannya cuma bagaimana buat skripsi yang baik dan benar sehingga mahasiswa bisa cepat lulus dan semoga mendapat pekerjaan cepat juga.
That's not what i try to find now. Aku perempuan yang sedang haus, mungkin juga rakus. Aku ingin meneguk sebanyak-bnyaknya air, biar tersedak sekalipun. Asal melepas dahaga akan belajar. Yeah, belajar. Bukan cuma masalah mencari selembar ijazah.
Aku merindukan teman yang bisa diajak duduk, ngobrol, berdiskusi, bukan cuma show off di kelas. Aku merindukan dosen sebagai teman diskusi juga, bukan sekadar evaluator.
Sempat berpikir buat nyuratin kepala jurusan juga. *wadah,,, ekstra jenuh. Ato main ke kantor beliau, pengen curhat. Hopefully, kesempatan itu mendatangai aku. Diundang sebagai peserta di penelitian yang diadain jurusan. Penelitinya kajur, beserta sekretari jurusan, sekjur, juga dua dosen lain. narative inquiry, mengubah pengalaman menjadi sesuatu yg berharga. Jadi, pesertanya, entah dosen atau mahasiswa diminta buat nyeritain pengalamannya selama proses belajar-mengajar. Eh, malahan jadi ajang curhat dan evaluasi jurusan. Aku gak menyia-nyiakan kesempatan ini.
Aku ceritain semua. Nyaris sama dengan yang aku tulis di atas. Si Lita, yang duduk di samping aku cuma bilang, ceritanya sedih sekali.
Setelah ini, aku jadi pikir-pikir lagi buat mau lanjutin kuliah (s2). Kalo gak nemu tempat yang asik, mending cukup di sini saja. Sering-sering sekolah/kuliah bakal buat otak jadi lebih tumpul. *hahaha
kapan si aku bilang gitu???? wajakkakakakkak
ReplyDeletetuh kan,, pasti gak ingat :p
ReplyDelete