“Senin dan Kamis” ujarnya smbil menutup pintu.
Aku hanya termangu di teras rumahnya, aku merasa kembang-kembang yang berjejer rapi dalam pot-pot di teras rumahnya, meliuk-liuk mengejekku. Sekuntum mawar merah yang kan kuberikan kepadanya layu seketika dalam genggamku yang memanas. Rinduku begitu sangat pada Murni telah menuntunku kesini.
“Emangnya puasa?” aku menahan daun pintu.
“Anggap saja begitu”
Aku melangkah gontai keluar pekarangan. Berjalan membawa segudang keinginantahuan tentang siapa yang mengujungi sepagi ini. Apa dia si Profesor Botak, si DPR Buncit, atau si Pengusaha Necis? Atau dia orang yang belum pernah diceritakan Murni?
Ingin sekali kutarik bunga-bunga dekat pagar, merobek daunnya, mencabut paksa akarnya, atau menendang pot. Biar berantakan. Dan aku puas, meski hanya membayangkan.
No comments:
Post a Comment
silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.
komentar akan muncul setelah disetujui.