Monday, 10 April 2017

trip to dieng #1


Jauh-jauh hari udah janjian mau jalan-jalan bareng sama Pipit dan Mita, teman semasa aliyah di Solo. Kita sudah beberapa kali agendain main bareng begini sejak kuliah. Saya di Malang, Pipit di Solo, dan Mita di Jogja. Pernah ke Prambanan, Sekatenan di Solo, main ke Noknik di Semarang, dan terakhir ngacir dari Solo ke Jogja setalah acara Reuni Akbar MAPK 2015. Kami tidak bertiga saja, biasanya juga ngajak teman-teman. Kali ini Ichda konfirmasi bisa ikut. 

Tadinya pengen akhir tahun bisa ketemu mereka, nyatanya baru bisa nyuri-nyuri waktu libur di bulan Februari. Saya maunya muncak, gak mau ke pantai. Soalnya kalo di Tual, refreshing-nya ke pantai terus. Beruntung punya teman-teman yang pengertian, pada nurutin ngidamnya ibu hamil  teman yang jauh-jauh dari Tual ke Jawa. 


Ada dua pilihan, Dieng dan Kawah Ijen. Berhubung Mita dan Pipit di Solo, dan Ichda di Semarang, tentu lebih dekat ke Dieng, Wonosobo. Jadilah kita sepakat ke Dieng, mengejar matahari terbit di Sikunir. Kita udah survei ke sana ke mari, nyari tour guide yang murah meriah. Ternyata yang murah meriah itu tidak ada, kawan. 350/pax 2day 1night, menurut ahli ekonomi masih terbilang mahal. Alhasil, kita batal pakai jasa tour guide yang sudah dihubungi jauh-jauh hari. 

Menjelang hari H, Ichda tiba-tiba tidak bisa ikut, lantaran ada kerjaan. Kalau cuma bertiga, rasanya bakal 'krik-krik'. Setelah kontak teman-teman ini dan itu, alhamdulillah Yusmaniar a.k.a Toro mau ikut. Dan bagusnya lagi, Toro punya teman di Wonosobo yang dengan sukarela menawarkan nginap di rumahnya saja. Nah, kan, yang murah meriah itu emang gak ada, kawan. Tapi kalau gratis? Ada! 

Dengan travel, saya berangkat dari Malang tengah malam. Janjian ketemu Mita dan Pipit di terminal Tirtonadi, biar langsung naik bis ke Wonosobo. Tiba di Tirtonadi Jam 7 Pagi, Pipit baru mau siap-siap, sementara Mita masih harus ngantar emaknya manasik.

Oya, terminal Tirtonadi sekarang bersih, rapi,dan toiletnya gratis. Sembari nunggu Pipit sampai, saya sempatkan raup, sikat gigi, lalu leyeh-leyeh nonton ceramah pagi dan nge-cas HP.  



Begitu tiba terminal, langsung diajak sarapan sama Pipit ke Mbak Vien's. Sebelumnya pernah ke sini, dan jatuh cinta sama selatnya yang rasa jamu itu. Eh, itu muka biar udah raup kok masih kumus-kumus yah. hehe... 



Kalau lihat foto di atas, muka saya udah agak segar dikit, kan? Iya enggak? Iya ajah yah... Soalnya, sebelum nongkrongin Solo Grand Mall yang-tokonya-masih-pada-tutup, kita udah mlipir ke Al-Muayyad lebih dulu. Pipit bayar SPP adiknya, saya sekalian numpang mandi. Adik-adik santrinya sempat lirik-lirik kebingungan. Paling mereka cuma membatin, siapa pula orang ini? alumni ukan? gak pernah lihat. 


Fyi, kawan, kita agak lama nunggu bis ke Wonosobo. Bis ke Wonosobo cuma ada satu, berangkatnya pukul 12.15. Kurang lebih 4-5 jam perjalanan, penumpang agak sepi tapi pengamennya banyak. Kalau nyanyinya bagus, saya kasih seribu, kalau enggak, yah seadanya juga kasihnya. Recehan di saku mulai Rp100-2000 habis selama perjalanan. 

Namanya juga perjalanan jauh, pasti bawaanya ngantuk. Saya lupa, saat itu sudah sampai mana, seorang pengamen sedang menyanyi di depan sana. Saya merasa mengantuk sekali, lantas pindah duduk di kursi kosong belakang Mita. Entah berapa lama itu pengamen bernyanyi, saya sudah nyenyak hingga akhirnya merasa ada yang njawil. Saya pikir itu Mita atau Pipit. Mungkin sudah sampai di Wonosobo. 

Lah, pas buka mata, "Mbak, recehnya, Mbak." 

Setengah sadar saya merogoh recehan dan memberikan pada itu pengamen. Dalam hati agak nggrundel gitu, lah wong, saya gak dengar, gak menikmati, kok tetap ditagih. haha 



bersambung...
  

No comments:

Post a Comment

silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.

komentar akan muncul setelah disetujui.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...