Suatu hari, setelah
sekian lama, saya memutuskan untuk ke perpustakaan pusat kampus. Nyaris satu
semester ini saya tidak pernah berkunjung ke perpus lagi. Di antara kami, saya
dan perpus, seolah sudah tidak ada yang dapat dipertahankan (heh?). Tidak ada alasan
bagi saya untuk mengunjunginya.
Ya, memang sudah
mulai menyicil skrips(h)i(t), tapi tidak ngoyo,
lagipula koleksi referensi milik perpus fakultas dan SAC lumayan lengkap. Saya
juga lebih suka cari buku di Pasar Buku Wilis yang murah meriah, atau ke
Togamas yang diskonnya gila-gilaan.
Tapi hari itu saya
memang harus ke perpus pusat. Saya perlu membaca banyak referensi. Tulisan
untuk
si ino harus segera diselesaikan.
Untuk bisa masuk
perpus dan bebas meminjam buku, saya diwajibkan memperpanjang masa aktif KTM
saya dan membayar Rp= 5.000 sebagai ganti biaya administrasi. KTM di kampus
saya berlaku hanya sampai 8 semester perkuliahan, lebih dari itu harus
memperpanjang.
Pencarian buku pun
dimulai di lantai 3 perpustakaan. Berawal dengan mengitari satu demi satu
rak-rak yang berjejer di sebelah utara. Karena buku yang saya cari bertema
agama, saya yakin sekali pasti nyelip di
antara rak sebelah sini. Mulai timur sampai barat, depan belakang, akirnya
ketemu juga di rak kedua paling barat.
Syiah-Sunni, ada diantara daftar yang tertera di rak.
Mata dan tangan saya
mulai menyisir buku-buku. Dari atas kebawah, bawah ke atas lagi. Nihil. Saya lantas berpaling ke rak
sebelahnya, rak paling ujung. Mungkin petugasnya salah taruh.
Mulai lagi, dari
kanan ke kiri. Atas-bawah, jungkir-balik. Perasaan sedikit putus asa bikin saya
jadi lemas dan lapar. Setelah beberapa saat, akhirnya saya menemukan dua buku.
Tuh, kan, apa saya bilang. Buku-buku Syiah-Sunni dipindah ke rak ini. Ada di pojok
paling bawah. Buku-buku-nya tidak banyak. Dari lima buku yang saya butuhkan,
hanya ada dua, sisanya mungkin lagi dipinjam.
Saya santai sejenak.
Sudah tidak kuat rasanya berdiri, apalagi harus memiringkan kepala biar bisa
baca judul buku di rak. Sembari selonjoran dan bersandar ke rak, saya membuka
halaman-halaman buku. Membaca. Peduli amat dengan pengunjung lain. Lapar saya sudah
naik sampai ke ubun-ubun.
Saya merasa
perempuan di sebelahku menatap saya. Lama sekali. Sampai akhirnya saya balas
menatapnya. "Navis?" sapa perempuan tadi keheranan, teman-teman di
kampus memanggil saya Navis. Ia pindah posisi, ikutan duduk di depan saya. Saya
cengengesan saja, sambil menatap wajahnya, saya coba ingat-ingat siapa namanya.
Yang saya ingat pasti dia teman saya di PKPBA waktu semester satu-dua dulu.
"Himmah…," akhirnya saya bisa nyebut nama dia.
|
Himmah yang di belakang itu, serius bgt blajar PKPBA |
Ia mulai menyanyai
saya. Kami sudah lama tidak bertemu. Dari tatapannya, saya merasa dikasihani.
Mungkin tampang saya seperti orang depresi. "Kamu nyari buku buat apa?
Masih ada kuliah? Atau buat Skripsi?" saya hanya menggeleng. Saya jelaskan
kalau saya sedang tidak mencari buku untuk urusan kuliah. "Skripsi kamu
belum selesai, yah? Teman-teman kita yang belum lulus siapa saja?" Ia
terus menanyai saya. Menyinggung-nyinggung skripsi. Saya kasih tahu lagi, saya
sudah proposal, dan skripsinya masih saya simpan dulu di loker, belum saya
otak-atik lagi. Teman-teman kami jaman PKPBA dulu juga ada yang belum lulus,
terutama anak sastra inggris, yang sejurusan dengan saya.
Teman saya ini belum
juga berhenti menatap saya. Masih dengan tatapan
aduh-vis-kamu-kok-kurus-kaya-orang-mikir-skripsi-yang-gak-selesaiselesai. Saya
melengkungkan senyum lebar, dan berhenti menunjukkan raut orang kelaparan.
Ekspresi wajahnya sedikit berubah.
Kami mulai bercerita
yang asik-asik. Saya masih dengan posisi selonjoran, himmah di depan saya.
Lorong antar dua rak ini jadi milik kami berdua. Himmah lulus semester 7, bulan
mei lalu. Sekarang sedang melanjutkan S2 di pasca-sarjana di Batu. Sesekali terdengar,
"Ayo, semangat. Selesaikan skripsimu, vis. " Ia terus-terusan
menyemangati saya.
Beberapa saat
kemudian saya memutuskan untuk keluar lebih dulu. Saya berlalu. Cacing dalam
perut kegirangan. Tahu ajah kalo mau dikasih
makan. Ketika hendak menuruni tangga, Himmah memanggil saya, tangannya
mengacungkan buku yang tadi saya tinggalkan. Saya menggeleng, "Gak jadi.
" sambil menunjukkan dua buku yang sudah saya pilih. Ia mengangguk,
"Semangat ya!"
Saya tersenyum. Trims, sudah perhatian sama saya :)
Malang, 5 November 2012