gambar dari sini |
Hari-hari makin sibuk dan berisik. Lebih-lebih media massa dan linimasa. Penuh dengan berita dan drama yang itu-itu juga. Tentang aksi 1234567890, persidangan Ahok, karangan bunga, orkestra ini itu, dan hal-hal lain yang terkait.
Media massa memusatkan perhatian pada satu orang, Ahok, seolah inilah hal penting dan laten saat ini. Seakan-akan persentasi toleransi antar umat beragama atau antar etnis di Indonesia sedang merosot hingga ke titik terendah. Seolah-olah NKRI hendak tercerai berai hanya karena Ahok dipenjara.
Apa yang ada di media massa, yang terjadi di Jakarta sana, kemudian merembet hingga ke pelosok daerah. Orang-orang ikut berisik. Media massa menyihir mereka hingga lupa bahwa di sekitar mereka masih banyak hal yang lebih penting dan laten.
Misal, pacar tak pernah telpon, sedangkan mantan mengirim pesan bertubi-tubi. Susu dan popok anak sudah habis, sedang uang makin tipis. Anak-anak SD dipungut sekian ratus ribu untuk biaya makan selama ujian nasional. Seorang siswa SD dilarang masuk kelas lantaran tidak membawa makanan yang sudah dipesan wali kelasnya saat ujian sekolah. Seorang gadis sudah empat bulan kabur bersama kekasih tomboinya. Juga curhatan guru-guru honorer Kementerian Agama Kota Tual yang sudah lima bulan belum terima honor.
Kasus Kendeng, Noval Baswedan, Pembubaran diskusi buku, pembubaran pameran seni, Munir, Wiji Thukul, aktivis pers mahasiswa ditangkap, berita tentang mereka sudah tiarap dan tenggelam. Tuntutan buruh, demonstrasi mahasiswa, jeritan orang sakit dan tangisan anak-anak kelaparan hanya angin lalu.
Kenapa media massa lebih memilih memborbardir kita dengan berita tentang Ahok daripada berita yang lain?
Kenapa?
kenapa?