Tuesday, 19 June 2012

Sutina ulang tahun


Langit terlihat cerah. Matahari pukul 10 (1/5) tidaklah menyengat. Di bawah rerimbunan pohon seputaran DPRD dan Balai Kota Malang beberapa pedagang menjajakan barang. Jalanan lengang. Kendaraan dialihkan ke arah berlawanan, melewati jalan depan Aula Skodam. Jalur depan Balai Kota sengaja disterilkan. Kawat duri terpasang sepanjang gerbang depan Balai. Beberapa polisi dan polwan (polisi wanita) sudah siap berjaga-jaga.

Rencanya akan ada aksi May Day. Tiap tanggal 1 Mei, selalu ada aksi para buruh. Sunantin dan Siti Fatimah menyanggah sebutan demo, aksi atau pun sinonim lainnya untuk agenda hari itu. “Merayakan ulang tahun buruh,” jelas kedua pabrik Banyubiru tersebut.

Sebuah truk kuning meluncur diiringi sekerumun orang. Para buruh dan mahasiswa yang baru saja di kantor Bupati depan alun-alun. Terdengar gerutu ibu-ibu menyesali kantor yang dipagari kawat duri.

Pedagang langsung di serbu para buruh. Beberapa lain memilih istirahat di pinggir jalan. Berjejal di antara pedagang. Sutina salah satunya.

Umurnya 52 tahun saat ini, dan masih bekerja untuk makan sehari-hari. Sudah 15 tahun bekerja di pabrik rokok yang sama, PT Utama Mama, mengepak rokok dalam kemasan. Ia memulai kerja tiap pukul 05.00 WIB dan selesai pukul 08.30 WIB.

Dengan jam kerja seperti itu, tidak banyak upah yang diperoleh. Tiap mengepak 1 bal rokok berisi 1o batang, ia dihargai 10 ribu. Kalau isinya 12, dihargai 12 ribu. Kini di usianya yang menua dan tenaga melemah, ia tidak dapat bekerja lebih cepat. Tiap bayaran mingguan rata-rata 70-an ribu yang bisa dibawa pulang. Ia berharap bisa punya waktu lebih, biar penghasilan bisa bertambah.

Ada tiga perkumpulan buruh di tempatnya bekerja; paguyuban buruh, SBSI, dan SPBI. Sutina ikut SPBI. Ia tidak seberapa paham, yang penting bergabung. " Ya ikut ajah. Teman-teman semuanya ikut."

Dalam aksi kali itu, orasi persatuan SBSI, Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI), dan Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu menuntut beberapa hal. Seperti penghapusan sistem kerja dan outsourcing, mewujudkan upah buruh sesuai Kebutuhan Layak Hidup (KLH), mewujudkan pengawasan dan perlindungan hukum terhadap Buruh Migran dan Pekerja Rumah Tangga, mewujudkan jaminan sosial bagi rakyat tanpa syarat, menuntut keadilan hukum bagi para pemberi kerja yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan, menolak sistem Kerja Rumahan, menolak penentuan hukum Upah minimum Kota/Kabupaten (UMK) dua tahun sekali, menuntut pembubaran PPHI (pengadilan Perselisihan Hubungan Idustrial), serta menolak praktil pemberangusan serikat buruh/pekerja.  

Dari sekian itu, tak satu pun dimengerti Sutina. Yang ia tahu, ini momen yang tepat untuk mengajukan tuntutan haknya sebagai buruh. "Siapa tahu bisa minta apa gitu, Mbak. Minta gaji dinaikan lagi," ujarnya. Ia hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR) dan tidak punya keahlian lain. Belasan tahun bekerja, ia tidak pernah berniat pindah kerja meski upah rendah dan tak pernah diangkat jadi buruh tetap.

No comments:

Post a Comment

silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.

komentar akan muncul setelah disetujui.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...