Wednesday, 27 June 2012

sentuhan pertama dengan flanel


Sejak lama aku merasa diriku dilahirkan tanpa bakat seni. Pengen banget bisa nyanyi kayak sepupu-sepupuku yang pada punya suara bagus. Atau sekreatif tanteku yang pintar buat macam-macam kue. Dan paling nggak mewarisi tangan ajaib ibuku. Bisa menjahit, masak, buat kreasi bunga, hiasan rumah, de-el-el. 

Aku masih ingat, pernah ada tugas prakarya dari sekolah. Aku mulai bingung. Bimbang. Galau. What should i do? Kreasi apa yang harus aku buat. Sampai malam sebelum pengumpulan keesokan harinya, belum ada ide yang muncul. Aku hanya diam memandangi kertas-kertas. Dan zzZZZ.... (sudah ke alam mimpi)

Saat bangun, ta-da! Satu pot bunga tulip sudah siap dipamerkan ke teman-teman kelas. Tulip made by my mom. Hoho

Mungkin sebab kekuranganku itu, aku selalu kagum sama orang-orang kreatif. Hasratku untuk mencoba-coba berkreasi juga gak padam. Meski jatuhnya jelek, berantakan, aku sudah puas. 

Saat awal kuliah (gak usah disebutin tahunnya, pokoknya sudah lama bgt^.^) aku pernah coba-coba berkreasi dengan flanel. Ceritanya, bersama dua teman sekamarku, Faiz dan Ichda, kami mulai coba-coba buat kreasi dari flanel. Sedang tenar di kampus kala itu. Dengan modal iuran Rp50.000, sudah bisa beli berlembar-lembar kain flanel plus benang, jarum, dan aksesoris lain yang di butuhkan. Aku sampai bela-belain beli buku cara berkreasi dengan flanel.

Rencana pertama, buat bros untuk krudung. Bentuknya yang kecil-kecil ajah, asal lucu. Ada bentuk awan, karakter senyum, bantal, waru, beruang, tulang anjing, banyak deh pokoknya. Yah meski sebenarnya yang paling sering buat itu si ichdaJ. Aku sama faiz lebih sering nontonin doang. Aku juga buat sampul buat buku, ini lumayan sederhana sih menurutku. Modal yang aku punya kan cuma menjahit. 


Aku juga buat sarung buat wadah brosku; waktu aku perlihatkan ke ibuku, dia pikir tempat tusuk gigi^,^... hufft. 

Nah, kalo yang paling sederhana, yah ini:


Tas serbaguna. Bisa buat isi apa ajah. Kadang buat tas kosmetik dan peralatan mandi. Kadang juga buat isi pakaian dalam. Hehe.. gak ada bagus-bagusnya sieh.. tapi ingat aku sendiri yang jahit, seneng dibawa ke mana-mana.  

Barang-barang ini juga akan selalu mengingatkan aku akan Ichda dan Faiz...


"Postingan ini adalah bagian dari Giveaway Re-open yang disponsori oleh Airin Handicrabby.

  



Tuesday, 19 June 2012

Sutina ulang tahun


Langit terlihat cerah. Matahari pukul 10 (1/5) tidaklah menyengat. Di bawah rerimbunan pohon seputaran DPRD dan Balai Kota Malang beberapa pedagang menjajakan barang. Jalanan lengang. Kendaraan dialihkan ke arah berlawanan, melewati jalan depan Aula Skodam. Jalur depan Balai Kota sengaja disterilkan. Kawat duri terpasang sepanjang gerbang depan Balai. Beberapa polisi dan polwan (polisi wanita) sudah siap berjaga-jaga.

Rencanya akan ada aksi May Day. Tiap tanggal 1 Mei, selalu ada aksi para buruh. Sunantin dan Siti Fatimah menyanggah sebutan demo, aksi atau pun sinonim lainnya untuk agenda hari itu. “Merayakan ulang tahun buruh,” jelas kedua pabrik Banyubiru tersebut.

Sebuah truk kuning meluncur diiringi sekerumun orang. Para buruh dan mahasiswa yang baru saja di kantor Bupati depan alun-alun. Terdengar gerutu ibu-ibu menyesali kantor yang dipagari kawat duri.

Pedagang langsung di serbu para buruh. Beberapa lain memilih istirahat di pinggir jalan. Berjejal di antara pedagang. Sutina salah satunya.

Umurnya 52 tahun saat ini, dan masih bekerja untuk makan sehari-hari. Sudah 15 tahun bekerja di pabrik rokok yang sama, PT Utama Mama, mengepak rokok dalam kemasan. Ia memulai kerja tiap pukul 05.00 WIB dan selesai pukul 08.30 WIB.

Dengan jam kerja seperti itu, tidak banyak upah yang diperoleh. Tiap mengepak 1 bal rokok berisi 1o batang, ia dihargai 10 ribu. Kalau isinya 12, dihargai 12 ribu. Kini di usianya yang menua dan tenaga melemah, ia tidak dapat bekerja lebih cepat. Tiap bayaran mingguan rata-rata 70-an ribu yang bisa dibawa pulang. Ia berharap bisa punya waktu lebih, biar penghasilan bisa bertambah.

Ada tiga perkumpulan buruh di tempatnya bekerja; paguyuban buruh, SBSI, dan SPBI. Sutina ikut SPBI. Ia tidak seberapa paham, yang penting bergabung. " Ya ikut ajah. Teman-teman semuanya ikut."

Dalam aksi kali itu, orasi persatuan SBSI, Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI), dan Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu menuntut beberapa hal. Seperti penghapusan sistem kerja dan outsourcing, mewujudkan upah buruh sesuai Kebutuhan Layak Hidup (KLH), mewujudkan pengawasan dan perlindungan hukum terhadap Buruh Migran dan Pekerja Rumah Tangga, mewujudkan jaminan sosial bagi rakyat tanpa syarat, menuntut keadilan hukum bagi para pemberi kerja yang melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan, menolak sistem Kerja Rumahan, menolak penentuan hukum Upah minimum Kota/Kabupaten (UMK) dua tahun sekali, menuntut pembubaran PPHI (pengadilan Perselisihan Hubungan Idustrial), serta menolak praktil pemberangusan serikat buruh/pekerja.  

Dari sekian itu, tak satu pun dimengerti Sutina. Yang ia tahu, ini momen yang tepat untuk mengajukan tuntutan haknya sebagai buruh. "Siapa tahu bisa minta apa gitu, Mbak. Minta gaji dinaikan lagi," ujarnya. Ia hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR) dan tidak punya keahlian lain. Belasan tahun bekerja, ia tidak pernah berniat pindah kerja meski upah rendah dan tak pernah diangkat jadi buruh tetap.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...