Judul Asli : Totto-Chan: A Little Girl at the Window
Penulis : Tetsuko Kuronayagi
Alih Bahasa : Widya Kirana
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan XI : September 2006
Tebal : 272 halaman
Namanya Tetsuko Kuronayagi, orang-orang memanggilnya Tetsuko-chan. Namun di telinga gadis cilik ini, terdengar seperti Totto-chan, dan nama itulah yang ia sebutkan pada setiap orang yang menanyakan namanya. Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela berkisah tentang persahabat indah antara penulisnya dengan Sosaku Kobayashi dan murid-murid di gerbong kereta.
Pernahkah mendengar seorang murid kelas satu SD dikeluarkan dari sekolah? Totto-chan pernah mengalaminya. Ia dikeluarkan karena para guru tidak tahan dengan segala ulahnya. Ibu guru merasa kesal dengan tingkahnya yang terus-terusan mebuka dan menutup mejanya meski telah diperingati berulang kali. Bagi Totto-chan meja di sekolahnya keren, karena berbeda dengan yang dimilikinya dirumah. Di lain waktu, ia berdiri di depan jendela selama jam pelajaran. Bukan sekedar berdiri, tapi menanti pemusik jalanan lewat lalu meminta mereka menyanyikan sebuah lagu hingga selesai. Hal ini tentu saja mengundang murid lainnya untuk turut beridiri bersama depan jendela mendengarkan pemusik jalanan, setelah mereka pergi, ia tak lantas kembali ke temapatnya tapi terus berdiri di tempatnya. “Mungkin pemusik yang lain akan lewat. Lagi pula, sayang kan, kalau kita sampai tidak melihat rombomgan yang tadi kembali.”
Masih ada sederatan keluhan yang cukup menjadi alasan untuk mengeluarkannya dari sekolah. Suatu langkah yang tepat, karena akhirnya Totto-chan menemukan sekolah yang tepat, yang tidak hanya mendidik dan memperhatikan intelektualitas seorang murid, tapi juga emosinal, spiritual, dan fisiknya.
Sekolah baru Totto-chan bernama Tomoe Gakuen, kelasnya di gerbong kereta yang sudah tidak terpakai. Sistem belajar di kelas barunya sangat seru. Tiap pagi guru akan membuat daftar soal dan pertanyaan mengenai apa yang akan mereka pelajari hari itu, lalu membebaskan tiap murid untuk memulainya dengan pelajaran apa saja yang mereka suka. Jangan heran kalau ada anak yang sedang asyik belajar bahasa jepang, tapi disampingnya ada yang asyik berhitung. Yang di pojok ruangan malah asyik dengan eksperimen fisikanya. Menyenangkan bukan?
### ### ###
Cobalah melahap habis kisah-kisah dalam buku ini, dan bandingkan dengan pola pendidikan di negri ini. Atau dengan yang kau alami sendiri. Beberapa orang mungkin tidak suka hari Senin, Senin berarti Matematika, PPKN, Bahasa Indonesia. Senin berarti mempelajari mata pelajaran yang akan di-UAN-kan. Pelajara-pelajaran yang belum tentu kita suka, hingga selalu berharap-harap cemas agar Senin cepat berlalu.
Kegitan belajar di Tomoe pun tidak melulu di kelas, di dalam gerbong. Mereka biasa belajar sambil jalan-jalan ke hutan, ke kuil, atau ke sumber air panas. Anda dan saya mungkin pernah melakukan hal yang sama, out bond, tapi tentunya hanya pada saat-saat tertentu. Juga membutuhkan dana yang lebih.
Saat makan siang di sekolah, kepala sekolah akan selalu mengecek bekal murid, apakah kita membawa “sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan,” di belakangnya ada sang istri yang membawa dua panci berisi “sesuatu dari laut” di salah satunya, dan “sesuatu dari pegunungan” di sebelah yang lainnya. Isinya akan dibagikan kepada murid-murid yang tidak membawa salah satu dari keduanya. Mengesankan! Saat TK atau SD, kepala sekolah dan guru-guru sangat sering mengajarkan betapa pentingnya asupan gizi bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan. Bukan masalah enak atau lezat, tapi 4 sehat 5 sempurna. Akan tetapi kurang dalam penerapan sehingga bisa saja memberikan dampak modelling yang kurang baik bagi peserta didik.
Besok bawa tempe goreng catatan itu saya dapatkan di buku tulis Nisa, keponakan saya yang masih TK, beberapa hari yang lalu. “Harus tempe, ya?” tanya saya penasaran.
“Iya.” Jawab kakak sambil menyisir rambut nisa.
Lalu terbersit dalam benak saya, Cuma bawa tempe goreng? Cumak lauk? Sayurnya nggak? Meskipun begitu ketika menyiapkan bekal buat anaknya, kakak saya tidak hanya menyiapkan tempe goreng, tapi juga menambahkan sayur. Syukurlah kakak saya di sela kesibukannya menyempatkan diri menyiapkan bekal buat anaknya. Tapi bagaimana jika di lain waktu ia (ataupun ibu-ibu lainnya) lupa? Akankah sang ibu ditegur karena menyisipkan telur dan bukan tempe? Bukankah keduanya sama-sama lauk? Lagipula kandungan protein telur juga lebih banyak.
Sosaku Kobayashi, kepala sekolah cerdas yang tidak hanya mengajarkan muridnya untuk; belajar mengetahui, belajar berbuat, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi seseorang. Lebih dari itu, ia mengajarkan untuk memberi teladan yang baik dengan mengamalkan ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri haandayani.
Suatu malam, banyak bom dari pesawat B29 berjatuhan menghanguskan ruamh-rumah, dan Tomoe Gakuen tak luput darinya. Berakhirlah kisah sekolah dalam gerbong kereta, sebab setelah peristiwa pengeboman hingga detik ini, belum ada Tomoe-tomoe baru yang dibangun.
baru mau bilang ceritanya mengingatkan pada crayon sinchan, eh baca endingnya langsung sedih, sekolahnya kena bom atom
ReplyDelete