Monday 13 February 2012

menjadi bintang




Televisi, sadar atau tidak, telah menyatu dengan kehidupan kita sehari-hari. Lengkap dengan kehidupan para bintang yang gencar dipertontonkan. Entah karena kebutuhan akan keinginantahuan penonton, atau niat baik pengusaha infotainment untuk memenuhi pasar. Jangan-jangan malah karena penonton yang tidak punya pilihan selain menonton apa yang ada.
Menjadi bintang, tampil di layar kaca, dan terkenal seperti para bintang sudah menjadi cita-cita. Sejak anak masih kecil sampai orang dewasa. Pencarian bakat gaya baru lewat ajang talent show kemudian menjamur, peserta membludak. Rupanya sangat banyak yang ingin terkenal. Beberapa memilih mengunggah lewat situs sepert Youtube sebagai batu loncatan. Udin sedunia contohnya, atau eks Briptu Norman.
Iklan-iklan saat ini pun banyak menggunakan selebriti (selebrity endorser). iklan sampo Pantene, misalnya, memakai Anggun C. Sasmi sebagai model, Atiqah Hasiholan untuk sabun LUX, dan Dain sastro untuk L’Oreal.
Dalam pengamatan penulis, ada hal yang berbeda dengan iklan susu untuk balita seperti Dancow, SGM, dan Bebelac. Dancow dan Bebelac memiliki pola yang hampir sama, sama-sama menggambarkan masa depan bintang cilik  yang cerah di atas panggung hiburan. Sedangkan SGM memilih memakai artis terkenal seperti Mira Lesmana dan Sarah Sehan, iklan dikembangkan dengan teknik menceritakan masa kecil artis biasa-biasa saja, hingga menjadi luar biasa setelah  ibu si artis memberinya susu SGM. Satu poin yang saya tangkap: para ibu sebaiknya membelikan susu tersebut untuk si buah hati, kelak anak anda juga akan menjadi bintang seperti mereka. 
Tanda-tanda dalam Iklan

Menggunakan model analisis tanda yang diperkenakan oleh Charles Sanders Pierce yaitu ikon, indeks, dan simbol, penulis menganalisis dua iklan serial Bebestar yaitu iklan coming soon dan t-shirt prom dari Bebelac:everyone is a star.

Ikon adalah penanda yang serupa dengan bentuk obyeknya, indeks adalah penanda yang mengisyaratkan jejak petandanya, dan simbol adalah penanda yang lazim digunakan dalam konvensi masyarakat.



Iklan Bebestar T-Shirt Promo

Seorang lelaki bertubuh gempal naik ketas panggung yang masih sepi, merendahkan tiang mic yang tinggi untuk ukuran dewas menjada lebih pendek sehingga lebih pas untuk dipakai anak-anak. Setelah itu ia meninggalkan panggung. Dari tengah panggung, banner berwarna orange bertuliskan; Bebestar  dengan tagline everyone is a star turun perlahan-lahan dari  langit-langit panggung. Satu per satu anak naik menepati posisi drummer, vokalis, basis lalu gitaris, yang sepertinya kesusahan naik sehingga lelaki dewasa tadi kembali naik panggunng dari arah berlawanan lalu menaikkannya.



Iklan Coming Soon.

Para bintang turun dari mobil kuning; berstiker bebestar besar sehingga bisa dibaca dari jauh sekalipun. Bintang-bintang cilik tersebut lantas berjalan di atas karpet merah ke atas panggung. Terdengar suara penonton mengelu-elukan, tangan terulur hendak meraih sang bintang.

Bintang cilik perempuan dengan bandana berbentuk pita besar di atas kepalanya, lantas membalas sapaan para fans dengan balik memberikan cium jauh; jemari kedua tangan menyentuh bibir yang mencucu seperti ekspresi orang hendak mencium lalu tangan melebar, seperti menebar ciuman pada penonton.

Selain itu juga ada anak lelaki mengenakan jas dan bertopi lebar, berjalan dengan kedua tangan memeragakan simbol metal; menunjukkan jari ibu, telunjuk, dan kelingking, sementara jari tengah dan manis ditekuk.

Bocah lelaki lainnya memakai jacket hitam dipadi kaos putih dan topi hitam yang di balik ke belakang, bergaya santai ala rapper. Ia berjingkat-jingkat mengayun tangan ke atas menyapa penggemar.

Sementara itu, anak lelaki berambut keriting, baju ungu dan syal bulu ungu muda menghampiri penonton dan memberikan tanda tangan. Sedangkan bocah perempuan keriting, bergaun putih, sedang melayani wartawati yang mewawancarainya sambil berjongkok.

Kedua iklan ini merepresentasikan makna berbeda, tapi masih dalam payung yang sama.  Tentang menjadi bintang. Iklan t-shirt promo menunjukkan bahwa, mejadi bintang televisi bukan dominasi orang dewasa saja. ini ditunjukkan dengan simbol tiang mik yang dipendekkan. Anak-anak juga bisa menjadi bintang dengan sedikit dorongan dan bantuan orang dewasa. Terlihat dari orang dewasa yang memperbaiki mik serta membantu seorang personil band untuk naik ke atas panggung.

Tata panggung yang minimalis, tidak banyak hiasan dan berlatar belakang gelap, menjadikan para model dan peralatan band mereka sebagai titik fokus, didukung dengan pencahayaan yang tepat menyorot keempat model tersebut.

Iklan ini mempertontonkan bagaimana seorang bintang menikmati pekerjaanya di atas panggung. Melompat-lompat kegirangan saat bernyanyi, bahagia dengan pekerjaan yang sedang dilakoni.

Sedangkan iklan coming soon, lebih memperlihatkan kebahagian yang datang dari hasil kerja keras sebagai bintang yaitu pemujaan fans. Disorot kamera, berjalan di atas panggung yang terang benderang karena penataan cahaya yang wah dan glamour. Menikmati kedekatan dengan fans yang meminta tandatangan, atau diliput media massa. Wajah para bintang cilik yang tersenyum lebar, menandakan kepuasan akan jerih payah.

Masih di iklan coming soon, ikon panggung merupakan simbol penjelas identitas bintang dan penggemar. Ada batas tegas. Yang di atas panggung kedudukannya lebih tinggi, memiliki kuasa panggung pertujukkan, sedangkan mereka yang dibawah menonton adalah orang-orang bawah yang dengan eluan mereka menjadikan bintang semakin bintang.




TV, Iklan, dan Bintang

Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi khusus dalam strategi pemasaran, iklan tidak sekedar memberikan informasi produk tapi juga harus mampu membujuk khalayak umum untuk membeli. Namun, iklan saat ini tidak sekedar menjual produk, iklan dikemas begitu rupa sehingga lebih menonjolkan pencitraan.

Bisa dikatakan iklan sama sekali tidak bebas nilai; apa hubungannya menjadi bintang dengan minum susu? Bukankah susu merupakan minuman pendamping untuk penyempurnaan gizi? Apa dengan minum susu lantas anak-anak tersebut langsung menjadi bintang? Lantas kenapa menjadi bintang yang diangkat Bebelac sebagai tema? Selanjutnya penulis memadukan analisis kode-kode televisi Jhon Fiske untuk memahami iklan Bebestar. Teori Fiske memasukkan kode-kode sosial dalam tiga level; reality, representasi, dan ideologi.

Level reality dapat dilihat dari anak-anak dengan kostum ala bintang, ada panggung, pencahayaan, serta penggemar.

Level representasi ditandai dengan pencahayaan yang terang benderang di iklan coming soon, suara penggemar yang mengelu-elukan, serta penataan panggung yang mempertegas identitas kebintangan.

Sementara ideologi, iklan Bebelac sedang menjual ideologi kelas selebriti, bintang. Kehidupan mapan, ketenaran, selebriti digadang-gadang sebagai cita-cita yang harus ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Perlu diingat, peserta bebestar berumur 3-6 tahun.

Sekilas, penononton seperti terbius dengan visualisasi iklan yang sama sekali tidak menunjukkan kegiatan anak kecil mengonsumsi susu, tapi pencitraan iklan sebenarnya erat kaitannya dengan meminum produk susu yang diiklankan. Jelas sekali, bintang ciliki mengonsumsi Bebelac. Jika ingin terkenal seperti para bintang cilik, ikutilah ajang bebestar dan minumlah susu Bebelac.

Bebestar 2011 merupakan ajang pencarian bakat anak usia 3-6 tahun meliputi kemampuan bernyanyi, menari, bermain musik, atau gabungan ketiganya. Audisi dilakukan di 25 kota besar di Indonesia, seperti, Manado, Makassar, Lampung, dan lainnya, para semifinalis akan diberi kesempatan untuk kembali tampil di tigabelas kota, sedangkan final acara ini sendiri akan diselenggarakan di Jakarta pada akhir tahun 2011 kelak.

Bebestar bukan ajang pencarian bakat pertama yang ada di Indonesia, sebelumnya pernah ada Akademi Fantasi Indonesia (AFI), ajang pencarian bakat bernyanyi yang di tayangkan di Indosiar. Indonesian Idol, di RCTI, dan Kontes Dangdut Indonesia (AFI) di TPI keduanya jjuga merupakana ajang bakat bernyanyi. Sementara program Indonesia Mencari Bakat (IMB) yang disiarkan di Tans TV pada 2010 lalu merupakan talent show pertama yang mewadahi lebih dari sekedar bakat bernyanyi. Di sini peserta bisa memamerkan bakat berupa bernyanyi, bermusik, menari, atau gabungan ketiganya. Berbeda dari  ketiga ajang sebelumnya membatasi umur peserta, hanya untuk remaja dan dewasa awal, IMB lebih fleksibel, anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia pun boleh bertarung disini. Mau berkelompok atau individu pun sah-sah saja.

Ada beragam bakat yang dimiliki manusia, namun dari sekian pencarian bakat di atas, semuanya menginginkan bakat yang dapat dipertontonkan serta dinikmati semua kalangan. Bernyanyi, menari, dan bermain musik. Bakat yang bisa menghibur orang lain. talenta menjual lewat layar televisi.

Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa berbasis elektronik menjalankan fungsi komunikasi berupa menginformasikan, mendidik, menghibur, serta memengaruhi. Televisi juga mengusung tujuan komunikasi yaitu mengubah sikap, opini, perilaku, dan masyarakat (El Karimah dan Uud, 2010:34)

Berdasarkan survei Komisi Penyiaran Indonesia, tayangan televis 70% menjalankan tugas menghibur dibanding mendidik dan menginformasi masyarakat (http://www.kpi.go.id). Setiap hari masyarkat disuguhi tayangan seperti sinetron, film, italk show, berita infotainment, realityshow, kuis, komedi, dan tak ketinggalan iklan.

Konsekuensi logis dari jumlah tayangan hiburan yang beragam adalah melibatkan artis/penyanyi/selebritis yang kemudian dalam tulisan ini dipahami sebaga bintang (hiburan). Bintang-bintang ini hadir setiap saat di layar kaca lewat karakter yang diperankan dalam film atau sinetron, menjual kisah hidup di infotainment yang jam tayangnya nyaris seperti orang minum obat, tiga kali sehari; pagi, siang, dan sore. Para bintang saat ini juga marak terkenal sebagai bintang iklan (endorser). Akhirnya, para bintang tidak hanya sekedar pekerja hiburan, tapi juga menjadi public figure bagi masyarakat.

Danesi (2010) berpendapat penokohan selebriti yang diciptakan televisi merupakan efek mitologisasi. Selebriti, merupakan mitos, tapi kehidupan mereka begitu dekat dengan penonton. Begitu nyata melampaui kenyataan.

Bagaimana tidak, kehidupan bintang disorot sedemikian rupa, sejak bangun tidur,berangkat syuting, hingga kembali ke rumah. Cerita asmara, rumah tangga, hobi, gaya hidup, serta seabrek aktivitas di luar keartisan menjadi layak untuk diberitakan. Ruang privat sudah tak lagi tabu dipertontonkan kepada khalayak.

Hal yang sangat mengahawatirkan adalah pencitraan bintang sukses ditandai dengan kepemilikan barang mewah yang berlimpah. Mobil, rumah atau minimal apartmen, baju bermerk, aksesoris mahal, hobi mengoleksi barang mewah seperti mobil, motor, parfum, karakter animasi, dan masih banyak lagi. Anugrah menjadi bintang lebih menjadi lebih menarik, mungkin juga diam-diam menjadi hal yang dicita-citakan ketimbang usaha sang bintang mencapai popularitas.

Masyarakat yang menonton tayangan-tayangan tersebut mungkin akan menerima semua informasi yang diterimanya sebagai sebuah pengetahuan tentang kehidupan bintang; hidup bergelimang kemewahan, kemudahan, dupuja fans. Masayrakat gagap literacy televisi mungkin tidak tahu jika tayangan yang ditontonnya hanyalah apa yang disebut Baudrilard sebagai simulacrum. Penampilan selebriti depan layar kaca mengandung pencitraan, bagaiman ia ingin atau dituntut menjadi figur tertentu.

Contoh nyata terligat saat bulan ramadahan, semua artis berlomba tampil lewat publisitas amal merek. Menyantuni anak yatim, buka bersama anak jalanan, mengikuti pengajian. Yang paling tren sepertinya berbusana “islami”. Perempuan mengenakan kerudung atau pakaian tertutup. Entah itu sebagai presenter, menyanyi, atau keseharian di rumah. Sinetron juga tak kalah latah mengikuti euforia ramadaha dengan menyajikan sinetro-sinetron yang mereka sebut religi. Setalah lebaran, semua atribut kesaalehan ditanggalkan dan kembali lagi seperti semula.

 Mengikuti gaya  atau tren selebriti menjadi sebuah pertanyaan besar, sebab yang ditiru bukanlah yang “asli”. Lalu disebut apa peniruan yang dilakukan para penoton atau fans?

Inilah yang sedang ditanamkan kepada anak-anak lewat propoganda “Bebelac: everyone is a star.” Kita sedang dibombardir televisi dengan beragam informasi dalam simpul makna dan tanda yang berkelindan yang terus bergerak seolah tak memberi kita ruang untuk memprosesnya dalam otak, seolah tak ada pilihan. Tapi tentu saja sebagai penonton, kita juga punya pilihan. Dan pilihannya, menurut Baudrillard (2007: 283) “penolakan pada makna adalah satu-satunya resistensi yang mungkin di masyarakat kita yang menderita karena melimpah ruahnya informasi.”

Khalayak harus melek media (media literacy), sebab media, menurut Safrina Noorman (Prabasmoro, 2003: 22) merupakan konstruksi atas ideologi dan kepentingan tertentu, dan yang jelas media dibuat untuk kepentingan berupa memperoleh keuntungan atau kekuasaan tertentu. Bebelac lewat iklannya sedang mempryokesikan masa depan anak, mengarahkannya pada ideologi kehidupan glamor kebintangan.

Jadi, pikirkan kembali untuk menyalakan TV anda!




No comments:

Post a Comment

silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.

komentar akan muncul setelah disetujui.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...