Monday 6 February 2012

Jilbab Dalam Cermin


Berdiri mematut diri depan cermin. Menatap penuh selidik pada sosok yang menyerupaiku di seberang sana. Hei! Helo? Siapakah kau? Lihat, dari ujung kaki sampai naik ke ujung kepala kita benar-benar sama! Apakah kita kembar?

Hmm… oke. Aku harus memastikan siapa kau sebenarnya. Ada beberapa pertanyaan yang akan kuajukan. Tapi santai saja, ini bukan interogasi di kantor polisi. Silakan jujur sejujur-jujurnya jujur. Tak perlu takut salah. Karena tidak akan mengurangi nilai. Ah, ya. Tidak ada penilaian di sini.

Nah. Apa kau sudah siap? Apa? Oh, tentu. Kau pasti kaget, butuh waktu untuk mencerna sebentar. Dan butuh jeda untuk bernapas. Maaf, aku agak tergesa kalau sedang bicara.

Hmm, bagaimana? Kau siap? Oke. Kita mulai.

(+)catatan= a adalah aku
  b adalah beta



a: Aku akan mulai dari atas. Hm, jangan tersinggung. Apa itu yang menutupi kepalamu?
b: Oh. Tak apa. Ini kerudung.
a: Kau botak?
b: *menggeleng*
a: Gak punya kuping?
b: *menggeleng lagi*
a: Terus?
b: Sekarang sedang tren di kalangan perempuan di negriku.
a: Seperti itu rupanya. Haha. Lantas, apa kau memakainya karena mengikuti tren?
b: Hehe. Tidak seperti itu. Beta sudah memakainya sejak umur 10 tahun. Kelas 1 SMP.
a: Wow. Muda sekali. Kau nyaman? Aku saja yang melihatnya, merasa ribet dan..
b: Gerah?
a: Ya. Kau tahu… jadi, apa alasanmu menutupi kepala, rambutmu dengan sehelai kain seperti itu?
b: Orangtua memintaku memakainya. Sekolahku mewajibkannya. Semua perempuan dalam keluargaku mulai memakai kerudung saat beranjak remaja. 
a: Kenapa?
b: Agamaku, islam, memerintahkan perempuan islam agar menutup kepalanya, rambutnya, sampai ke dada. Inilah identitas perempuan muslim. Agar mereka merasa aman. Terlindungi dari pandangan -bahkan perbuatan yang tak sepantasnya.
a: Kau merasa aman dan nyaman?
b: Biasa saja. Tapi setidaknya beta bisa menyembunyikan rambut yang kusut. Hehe. Beta malas menyisir.
a: Sekarang kau sudah tak bersekolah di sana lagi. Orang tua juga tidak melihatmu. Kau di kota ini. Dan mereka di kota lain. Lalu?
b: Sampai SMA pun beta tetap memakainya, sekolahku lagi-lagi mewajibkan para siswi berjilbab. Kuliah juga begitu. Beta rasa, lama-lama beta terbiasa dengan dengan ini *membelai jilbab*
a: I see. Terbiasa.
b: Guruku bilang jilbab ini semacam remote tubuh. Yang jadi pengontrol.
a: Maksudnya?
b: Pengontrol diriku. Biar tidak berbuat di luar jalur. Gak nglakuin yang tidak-tidak. Jadi, kalo aku mau berbuat jahat, kayak mencuri, nyopet, berbohong, cabul, aku mawas diri. Masa orang jilbaban berbuat seperti itu? Apa pantas?
a: Aha.
b: Maaf, tadi kamu bilang boleh jujur, kan?
a: Ah, kau mau mengatakan sesuatu? Bicaralah. Aku mendengarkan.
b: Hufft.. Sebenarnya. Beta hanya terbiasa. Terbiasa. Beta tidak tahu apa beta berani melepas jilbab ini. Tapi untuk apa beta melepasnya. Namun, apa gunanya juga beta memakai ini. Beta…
a: Kau mau minum?
b: Tidak. Trims. Sebenarnya beta pikir, beta memakai jilbab ini karena beta ingin patuh pada orangtuaku.
a: anak manis…
b: Ibuku sangat keras masalah menutup aurat. Beta mencintainya. Dan beta akan melakukan apa yang dimintanya. Itu sepertinya alasan pertama.
a: Jadi ada yang lain kedua, ketiga dan alasan lainnya dong?
b: Beta sudah biasa dan tidak siap menerima tanggapan orang-orang melihatku berbeda. Bayangkan, sejak usia 10 tahun. Sekarang umurku 20 tahun. Separoh masa hidupku di dunia saat ini, beta terus memakai kain ini.
a: Bagaimana dengan perintah agamamu tadi?
b: Banyak orang yang aman dan nyaman tanpa kain ini. Itu sudah cukup jadi bukti untukku mempertanyakan perintah itu. Mempertanyakan diriku sendiri.
a: …
b: Menjadi seorang perempuan islam, haruskah memakai ini? Apakah identitas itu ditandai dengan hanya selembar kain ini? Identitas sama dengan jilbab. Jilbab sama dengan identitas.
a: Kain seperti itu, banyak di jual di pasar, toko, mall. Siapa saja bisa beli dan memilikinya. Memakainya
b: Hihi. Kau benar. Yang bukan islam juga bisa. Beta sering melihatnya di sinetron-sinetron. J-Lo, juga memakainya saat syuting videoklip I'm into You.
Beta merasa kehilangan arah, pegangan. Terombang-ambing dalam ketidakyakinanku. Beta belum menemukan jawaban atas soalku; kenapa perempuan islam berjilbab? Haruskah? Beta sedang merasa sebagai robot. Ada perintah, dan beta melaksanakan. Itu saja. Beta sedang tidak sungguh-sungguh dengan diriku.
a: *nyimak*
b: …
a: Ada apa?
b: Beta tak tahu harus berkata apa lagi. Beta akan terus mencari. Beta akan terus bertanya. Sampai Beta yakin. Beta bosan dalam ketidaktahuanku. Beta bosan melulu patuh.
a: Yup. Harus.
b: Umm. Trims.
a: Untuk apa?
b: Tidak menginterogasiku.
a: ...?
b: Kamu sudah membiarkan beta bercerita banyak. Mengeluarkan semua yang bercokol di kepala.
a: Ah, bukan apa-apa. Aku rasa sudah cukup. Kapan-kapan, aku mau tanya-tanya soal itu *menunjuk baju.*
b: *meraba-raba baju kaos panjang sepantat. Mencermati.* Apa ada noda?

No comments:

Post a Comment

silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.

komentar akan muncul setelah disetujui.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...