Wednesday 12 January 2011

nadin,

“Nadin, di sini saja ya? Main sama tante.”

Nadin hanya menggeleng

“Tapi nadin tidak boleh masuk,” Nadin menatap wanita itu sejenak. Baju putihnya rapi, didisipkan kedalam rok hitam. Tangan kanannya memegang blazer hitam, dan tangan kirinya tak berhenti membelai kepala Nadin penampilannya sedikit mirip guru di sekolah.

“Pokoknya, tante, Nadin mau..... ” entah kenapa jantungnya berdetak kencang sekali. Sakit. Ia berpegang pada sandaran bangku taman, “mami-papi cerai saja”. Seolah ada bongkahan batu yang menggelundung bebas dari ringga dadanya. Ia buru-buru duduk sebelum akhirnya roboh.

Wanita mirip bu guru menaikkan kacamatanya yang tiba-tiba melorot, lalu menghampir Nadin. Duduk berdampingan.

“Nadin, tahu cerai itu apa?” Dia ragu dengan perkataan anak kelas 2 sd tersebut.

“Sesuatu yang sangat diinginkan mami-papi.”

“Kalo mami-papi cerai, artinya mereka tidak hidup bersama lagi. Mami akan tinggal di rumah mami sendiri. begitu juga dengan papi. Kalian akan.....”

”bagus dong”

“Hidup terpisah”

“Jadi nadin dan dede punya dua rumah”

“Kalian akan jarang bertemu, tidak seperti dulu lagi.”

“Nadin mau kasih tau teman-teman. Kalo Nadin punya dua rumah”

“Tidak bisa tidur dengan mami-papi, bermain berempat”

“Nanti kalo papi beli rumah lagi, aku mau punya kamar yangg lebih besar.”

“Nadin.” Ia memegang pundak si gadis kecil

“Kalo ada PR bahasa, nadin ke rumah papi. Papi jago buat pusi. Makanya dulu mami jatuh cinta. Kalo sains, nadin tinggal pulang ke rumah mami. Mami kan dokter, pasti hebat. Papi bilang, kalo mami pake jas lab, mirip bidadari.”

Dia melirik si gadis kecil. Nadin, tatapannya lurus kedepan. Mengoceh dari tadi, seperti ingin meneriakkan kekesalannya. Apa dia frustasi dengan hubungan orangtuanya? Kadang, anak-anak juga sudah bisa stress. Ia melirik sekali lagi. Gadis ini, tak sedikitpun mengeluarkan air mata.

“Jika akhirnya mereka bercerai, mamimu mungkin akan menikah lagi, papi sekarang malah sudah punya.”

“Aku senang Om Adi jadi papaku nanti. Aku juga sayang sama Mama Sandra. Dia cantik, seperti barbieku.”

“Kenapa?” anak-anak seharusnya menjadi penaut hati kedua orang tua.

“Dalam doa, pertengkaran, pergulatan, pergumulan mami-papi. Cerai-cerai-cerai. Nadin mendengarnya, Tante.”

Dia meraih gadis kecil kedalam pelukannya. Dibalas pelukan, erat, erat sekali. Nafas memburu. tak ada tetesan yang membasahi bajunya. Tak ada sesenggukan yang terdengar.

Ah, gadis kecil. Nadin....

No comments:

Post a Comment

silakan tinggalkan jejak. agar aku tahu kamu di sana.

komentar akan muncul setelah disetujui.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...