Friday 30 December 2011

kau/aku

 



kalau berpapasan denganku saat di jalan, perpus, toko buku, atau di taman; 'please, jangan palingin muka kamu. apalagi tidak menyapa.' ah.. senyum saja kau enggan.

kamu mau tahu pendapatku? 'norak. kekanak-kanakan.' aku tidak sakit hati. tidak. hanya merasa sangat-sangat konyol.

lebih baik kita pura-pura saling tidak mengenal. kembali saat sebelum saling mengenal. kau tak perlu acuh kehadiranku, aku akan melakukan hal yang sama. kau/aku. sama seperti jutaan orang yang kita temui setiap hari. tidak kenal. tak menyapa. berlalu begitu saja.

Wednesday 28 December 2011

(bukan) punya kita



Ini tanah punya kita
Di sini kita di jajah

Ini laut punya kita
Di sini kita dirompak

Ini hutan punya kita
Di sini kita dijerat

Ini udara punya kita
Di sini kita dibekap

Ini rumah punya kita
Di sini kita membabu

Ini tubuh punya kita
Di sini kita dihina

Ini kita
Bukan kita orang punya lagi





Tuesday 27 December 2011

Ngopi--paste

Analisis "ngopi" di kalangan mahasiswa.

Kira-kira seperti itu judul analisis yang dipresentasikan oleh teman saya di kelas Pop Culture. Siang, 21 des 2011, pukul 11.30 seharusnya sudah mulai. Tapi karena gangguan teknis LCD, kelas jadi molor. Agak ngantuk sebenarnya kalau kuliah di siang bolong sperti itu, tapi judul yang satu ini, buat mata jadi agak segar. Lebih sedikit bergairah. Aku sedang menebak arah analisisnya nanti. Pasti tentang budaya ngopi, nih. Minum secangkir di kopi hangat. Bisa di warung pinggir jalan, angkringan, starbucks, atau kafe manalah. Tapi dasar usil, saya malah nyelutuk "ngopi-paste yah? Atau ngopi film, lagu?"
Gerrr. Sekelas pada tertawa. *guys, ng(c)opi-paste memang sudah mengakut.

 Ketika sma saya pernah membaca tentang seorang mahasiswa Yogyakarta, yang suka berdiskusi hingga larut malam, bahkan sampai dini hari, sambil ngopi di jalanan. Mereka berdiskusi banyak, tidak sekedar ngobrol ngalor-ngidul. Hasilnya, jadi esai, opini yang dikirimkan ke koran. Dibukukan juga. Teman-temannya cuma bisa misuh sambil senyum-senyum. 'loh, ini kan yang kita diskusikan semalam.'

Kisah ini, entah datang dari siapa *terimakasih ^_^, telah menanamkan arti dan kesan tentang 'ngopi.'

Pertama kali dikenalkan aktifitas ngopi di tahun pertama perkuliahan.2008-2009.  Mas Junk, ketua uapm inovasi, dia yang paling getol ngajak ngopi. Beruntung, seperti yang saya bayangkan, aktivitas ngopi kemudian jadi diskusi liputan *meski gak pernah jalan liputannya, jadi ajang brainstorming, dan pengkaderan. 'kenapa orang islam itu dijanjikan pahala kalau berbuat baik? ', 'kamu tau gak kenapa org mati syahid dijanjikan 72 bidadari?'. Mas Junk biasa melontarkan pertanyaan yang mendorong saya untuk kembali bertanya-tanya dan mempertanyakan.

Dari semester satu sampai tujuh. Dari satu warung ke warung lain. Minimal, ngopi seminggu sekali lah.

Dan siang itu, saya tercengang mendengar presentasi Sholeh. Jauh dari bayangan saya. Yang dia bahas, sejarah biji kopi, positive and negative effect of coffe. Kebiasaan nyeteh -melukis rokok dengan ampas kopi. Dengan Rp2000 percangkir kopi, bisa berjam-jam ngobrol, dan nyeteh, tentu saja. kebiasaan ngopi, yang menurut dia, membuat mahasiswa terlena, berjam-jam ngopi gada juntrungan sampai-sampai melalaikan tugas2 akademik. That's all.

Dhueng!!! Buyar deh semua impresi saya ttg ngopi. Ngopi, berakar dari bahasa jawa. Ngopi, merujuk pada aktivitas meminum kopi *ini menurut saya loh yah, nanti saya verify ke org jawa juga. Bukan sekedar ngombe kopi. Ngopi, sudah menjadi sebuah kebiasaan, aktivitas, atau budaya. Ke sebuah tempat yang meyediakan minuman, mungkin juga makanan, tempat anda bisa mengeksplor apa yang tidak anda pelajari di rumah, surau, sekolah, bangku kuliah. Ada proses dialektika disana. Ngopi tidak selalu beramai-amai, bisa juga sendirian. *Kalo minum kopi di rupah, bisa disebut ngopi gak yah?

Bersama teman-teman uapm inovasi, kami sering janjian ngopi, entah di warung, atau di pinggir jalan. Sering juga di pujasera. Ngomongnya sih 'ngopi, yuk', eh, waktu kumpul minuman yang disajikan pelayan di atas meja malah susu, es teh, jeruk angat, soda gembira dan berbagai jenis minuman bukan kopi.

Jadi, term ngopi, bukan cuma (lagi) milik kata kopi. Sudah menjadi istilah yang bisa diartikan lebih oleh siapa saja, termasuk anda. *noleh kamana? Ya kamu, yang baca ;-).

Presentasi Sholeh memberi saya informasi yang lain. Makna ngopi, jadi berbeda di masing-masing orang atau kelompok. Jika akhirnya dia sampai pada simpulan, berjam-jam ngopi sebaiknya dikurangi, dialokasikan untuk kegiatan akademik misalnya, bisa jadi karena aktivitas ngopi yang dijalaninya tidak berkontribusi positif.

Saya kemudian menarik ingatan pada tempat-tempat ngopi yang pernah saya kunjungi. Di depan meja kami ada lelaki dan perempuan, yang entah kenapa saya sangat yakin mereka adalah sepasang kekasih. Hm, berpacaran. Di sebelah kami, ada gerombol remaja, bermain poker dan ngobrol dengan suara sangat keras. Terdengar juga beberapa orang yang berbicara begitu serius, berapi-api. Rupanya aktivis ekstra kampus. Ada pula suara pelan, lemah dan berjarak seolah sedang berpikir, berkeluh kesah tentang unit kegiatan kampus (UKM). Ditengah keramaian, gerombolan, terselip sosok-sosok dalam kesendirian atau yang menarik diri dari lingkaran. Ditemani minum, lagu, buku, hp, atau laptop. Semuanya, menikmati ngopi dengan cara masing-masing.

Jenuh


Inilah yang aku rasakan setelah kuliah 3,5 tahun. Sekarang udah semester 7. jenuh. Kebosanan yang sudah sampai titik puncak.

Sejak awal, sebenarnya aku sudah agak sadar, kuliahku udah macam ritual saja. berangkat-masuk-duduk-diam-pulang. Begitu setiap hari. Senin-sabtu. Senin-jum'at.

Pokoknya kudu masuk. 75 %-80% kehadiran sangat mempengaruhi nilai. Minimal, kalo hadir selalu, sudah bisa ngantongin nilai B. Absen lebih dari ketentuan di atas, gak bisa ikut ujian; UTS dan UAS. Siap2 dpt potongan nilai. * huffft, kalo potongan belanja sih, gue mau.

Kalo di kelas, sesekali aku pura2 memperhatikan. Mata menatap penuh atensi sama dosen. Padahal sedang berpikir keras; tar makan malam enaknya makan apa yah? Hmmm, weekend ke BNS apa ke JTP? Liburan nanti ke gunung atau pantai?

Kadangkala juga pura2 bertanya. Meski gak penting bgt. 'Bisa jelasin yg slide pertama tadi lagi?' atau 'arketipe tadi apa artinya?'

Hmmm, gue juga suka komen, kalo mood-nya lagi baik. meski komennya juga gak penting. 'good job,'  'i like it.' yang seriusan dikit; 'marx itu bla....bla.... Dia gak blaaa...., bla..... Dan juga bla...., bla... Jadi blaaa, bla..., deh. '

Ah, membosankan sekali. Aku merasa terperangkap. Terperangkap sks, nilai, kelas, presentasi, ceramah, kuliah, kelas, kampus. Sumpah, lama-lama bisa gila. Udah pragmatis dan sangat-sangat futuristik. Teman2 diperkuliahan, aku rasa tipe orang-orang seperti itu sangat banyak. Mata kuliah itu harus erat kaitannya dan jelas fungsinya bagi mahasiswa. Anak sastra contohnya nieh, ngapain belajar statistics kalo gada kaitannya dengan skripsi? Nah loh? Ngapain juga belajar marxism, kalo skripsinya pake teori feminism? Matakuliah dari semester 1 ampe akhir, tujuannya cuma bagaimana buat skripsi yang baik dan benar sehingga mahasiswa bisa cepat lulus dan semoga mendapat pekerjaan cepat juga.

That's not what i try to find now. Aku perempuan yang sedang haus, mungkin juga rakus. Aku ingin meneguk sebanyak-bnyaknya air, biar tersedak sekalipun. Asal melepas dahaga akan belajar. Yeah, belajar. Bukan cuma masalah mencari selembar ijazah.

Aku merindukan teman yang bisa diajak duduk, ngobrol, berdiskusi, bukan cuma show off di kelas. Aku merindukan dosen sebagai teman diskusi juga, bukan sekadar evaluator.

Sempat berpikir buat nyuratin kepala jurusan juga. *wadah,,, ekstra jenuh. Ato main ke kantor beliau, pengen curhat.  Hopefully, kesempatan itu mendatangai aku. Diundang sebagai peserta di penelitian yang diadain jurusan. Penelitinya kajur, beserta sekretari jurusan, sekjur, juga dua dosen lain. narative inquiry, mengubah pengalaman menjadi sesuatu yg berharga. Jadi, pesertanya, entah dosen atau mahasiswa diminta buat nyeritain pengalamannya selama proses belajar-mengajar. Eh, malahan jadi ajang curhat dan evaluasi jurusan. Aku gak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Aku ceritain semua. Nyaris sama dengan yang aku tulis di atas. Si Lita, yang duduk di samping aku cuma bilang, ceritanya sedih sekali.

Setelah ini, aku jadi pikir-pikir lagi buat mau lanjutin kuliah (s2). Kalo gak nemu tempat yang asik, mending cukup di sini saja. Sering-sering sekolah/kuliah bakal buat otak jadi lebih tumpul. *hahaha



Friday 9 December 2011

generasi gunung kawi

bocah2 kawi,,,,
di hari satu suro...
gadis-gadis kecil







kalo yang ini emaknya...





lautan

link
aku tak ingin
menjadi dermaga tempatmu berlabuh
lalu pergi






kasih,
akulah laut; tempatmu menuju




kasih,
akulah laut; tempatmu kembali



malang, 14 Des '11
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...